Simson Ade Suseno
Para ulama menjelaskan malu hakikat adalah akhlak yg dapat membawa seseorang utuk meninggalkan perbuatan tercela dan mencegah dari mengurangi hak yg lainnya. Demikian dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam kitab beliau Riyadhush Shalihin Kitabul Adab Bab Al-Haya` wa Fadhluhu wal Hatstsu ‘alat Takhalluqi bihi.
Malu yg ada pada diri manusia ada dua macam:
a. Pertama malu yg berasal dari tabiat dasar seseorang. Ada sebagian orang yg Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahi sifat malu sehingga kita dapati orang itu pemalu sejak kecil. Tidak berbicara kecuali pada sesuatu yg penting dan tdk melakukan suatu perbuatan kecuali ketika ada kepentingan krn dia pemalu.
b. Kedua malu yg diupayakan dari latihan bukan pembawaan. Arti seseorang tadi bukan seorang pemalu. Dia cakap dalam berbicara dan tangkas berbuat apa pun. Lalu dia bergaul dgn orang-orang yg memiliki sifat malu dan baik sehingga dia memperoleh sifat itu dari mereka.
Malu yg bersifat pembawaan itu lebih utama daripada yg kedua ini. Bahwa malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek. Dan ini merupakan kekhususan yg dimiliki manusia agar dia dapat berhenti dari berbuat apa saja yg dia inginkan sehingga dia tdk akan seperti hewan. Sifat malu ini mendapatkan pujian dalam syariat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan demikian dalam sabda yg disampaikan oleh ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu: الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ “Malu itu tidaklah datang kecuali dengan membawa kebaikan.” Bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang sahabat yg mencela teman karena rasa malu yg dimilikinya. Dikisahkan oleh Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ وَهُوَ يُعَاتِبُ أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ يَقُوْلُ: إِنَّكَ لَتَسْتَحْيِي – حَتَّى يَقُوْلَ: قَدْ أَضَرَّ بِكَ – فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعْهُ، فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ اْلإِيْمَانِ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai seseorang yg sedang mencela saudara krn malu. Dia mengatakan “Kamu ini merasa malu” sampai dia katakan “Rasa malu itu telah memudaratkanmu!” mk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata “Biarkan dia krn malu itu termasuk keimanan.” Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah pula mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ “Iman itu ada tujuh puluh sekian1 cabang. Cabang yg paling utama adl ucapan ‘tak ada sesembahan yg haq kecuali Allah’ yg paling rendah menghilangkan gangguan dari jalan dan malu itu salah satu cabang keimanan.”
Label: