“kok belum nikah-nikah akhi? Apalagi yang ditunggu? Buruan dah, bisa jadi bujang lapuk ntar”
“terima saja pinangannya ukht, ‘Aisyah saja menikah usia tujuh
tahun, kalau ditolak nanti terjadi kerusakan seperti dalam hadits lho”
“ente ni takut ama istri atau memang kurang jantan, rumah udah
dua, uang banyak, jabatan oke. Ane aja yang biasa-biasa aja udah tiga”
Memberikan semangat dan mengompor-ngompori memang perlu dilakukan,
demi menghendaki kebaikan kepada saudaranya, apalagi dalam suatu hal
yang bermanfaat bagi dunia terlebih akhirat. Segera menikah (nikah muda)
dan poligami adalah yang paling sering menjadi bahan
mengompor-ngompori. Akan tetapi terkadang pemberi semangat berlebihan
dalam memotivasi dan mengompor-ngompori, bahkan sampai tahap menyindir
dan setengah mengancam dengan julukan penakut, tidak semangat, diragukan
kejantannanya dan lain-lain. Maka hal ini perlu dilakukan secara
bijaksana dan menimbang kondisi serta keadaan.
Dua tema yang laris-manis di dunia nyata dan dunia maya
Dua tema ini selalu menjadi tema yang hangat dibicarakan, selalu
ramai dikomentari, suasana pengajian yang sebelumnya suntuk menjadi
heboh dan bingar ketika diselipkan materi ini. Jika ada meteri kajian
dengan tema tauhid, tema akhlak atau tema aqidah bisa jadi yang datang
biasa-biasa saja jumlahnya, akan tetapi jika materinya nikah maka jumlah
peserta bisa jadi membludak, masjid tempat kajian penuh.
Sama juga halnya dengan tema poligami, maka selalu hangat dibicarakan
oleh laki-laki, saling memotivasi, saling memberikan dukungan,
memanasi-manasi dan mengompori temannya yang sudah layak atau yang belum
layak, padahal bisa jadi iapun belum melaksanakannya. Bahkan kesannya
poligami adalah adu kejantanan, jika ada yang jarang membahas atau tidak
tertarik untuk poligami maka kajantanannya dipertanyakan. Dan tentunya
bagi wanita materi ini, materi yang secara tabiat membuat dada sesak.
Begitu juga di dunia maya, jika ada status dan tulisan mengenai
tauhid, akhlak atau aqidah maka yang memberi komentar hanya segelintir
orang, tetapi jika materinya menikah dan poligami maka bisa jadi
komentar penuh dan berbagai macam reaksi keluar.
Hal ini wajar karena memang inilah tabiat manusia karena karena tabiatnya laki-laki menyukai wanita ini adalah ketetapan dari Rabb Semesta Alam. Allah Ta’ala berfirman,
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (al-Jannah).” (Ali Imran: 14)
Dan wanita juga sama dengan laki-laki, mereka juga suka dengan laki-laki, memiliki syahwat dan butuh pendamping. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إنما النساء شقائق الرجال
“Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki-laki.”
Mengenai tema poligami, tentu laki-laki sangat senang karena mereka
bisa menikmati kenikmatan halal yang paling nikmat yaitu wanita sebagai
istrinya yang sah dengan kenikmatan yang berbilang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Diberi rasa cinta padaku dari dunia yaitu wanita dan wangi-wangian dan dijadikan penyejuk mataku dalam shalat.”
Dianjurkan mengompor-ngompori kebaikan tetapi lihat keadaan juga
Kita dianjuran untuk saling memotivasi, saling menasehati dan saling
memberi semangat dalam kebaikan. Apalagi anjurannya adalah segera
menikah. Karena inilah inti kehidupan. Allah Ta’ala berfirman,
وَالْعَصْرِْ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍْ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3)
Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan”. (Al-Baqarah: 148)
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa” (Al-Imran:133)
Akan tetapi kita juga perlu melihat keadaan orang yang kita beri
motivasi dan beri semangat. Tidak semua keadaan orang sama dan belum
tentu orang tersebut sedang membutuhkan motivasi. Sebagaimana perkataan
orang Arab,
لكل مقام مقال
“Setiap keadaan disesuaikan dengan perkataan (yang tepat)”
Yang perlu diperhatikan ketika ngompor-ngompori menikah (menikah muda)
-Tidak semua orang mempunyai mental siap menikah muda
Kami melihat sendiri beberapa kasus, menikah di saat masih kuliah,
kita tentunya berharap hidupnya lebih baik, akan tetapi ia akhirnya
harus pinjam uang sana-sini karena tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah
tangga dan orang tuanya juga tidak bisa membantu membiayai.
Kasus yang lain juga sama, menikah di saat kuliah, sempat bersitegang
dengan orang tua, ngotot ingin menikah akan tetapi ternyata ia belum
mempunyai mental untuk menghadapi berbagai tantangan berumah tangga
termasuk beban harus menyelesaikan studi. Akhirnya karena stres menjauh
dari ikhwan-ikhwan dan menjauhi majelis ilmu, bisa jadi karena malu dan
hilang dari peredaran dakwah.
Seorang yang mungkin masih kuliah semester awal, belum ada pekerjaan
dan tipe orang yang tidak bisa memanajemen waktu dengan baik apalagi
masih belum stabil emosi dan mentalnya. Maka kurang tepat jika
dikompor-kompori segera menikah. Dikompor-kompori akan segera kaya
dengan menikah. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَأَنكِحُوا
اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن
يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan (memberikan kekayaan) mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur: 32)
Tidak tepat juga jika seorang wanita yang dilamar oleh seseorang,
kemudian ia menolaknya dengan alasan yang syar’i kemudian wanita
tersebut ditakut-takuti dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا
خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ
إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas.”
-Mungkin orang juga punya kepentingan lain selain menikah yang harus ditunaikan
Setiap orang mempunyai target dan tujuan hidup dan masing-masing
mempuyai kepentingan serta amanat yang harus ditunaikan dahulu sebelum
yang lain. Termasuk menikah, ada yang harus segera menikah karena memang
tuntutan zaman yang penuh fitnah dan ada juga yang tidak terburu-buru
menikah karena masih ada kepentingan lainnya dan ia sementara belum
wajib hukumnya menikah. Ada yang harus menyelesaikan amanah dari orang
tua dahulu untuk menyelesaikan studi ada juga yang harus berbakti dahulu
kepada orang tuanya dan ada juga yang fokus bekerja dahulu karena
membantu ekonomi orang tua dengan banyak anak yang masih kecil-kecil.
Demikianlah Islam mengajarkan agar kita mempunyai arah dan target hidup serta merencanakan masa depan kita. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok” (AL-Hasyr: 18)
Yang perlu diperhatikan ketika ngompor-ngompori poligami
-jangan memberikan gambaran yang enak-enak semua saja tentang poligami
Tetapi beritahu juga tanggung jawab dan penunaian keadilan yang
memang perlu perjuangan dan keseriusan. Poligami adalah tanggung
jawabnya besar dan butuh kematangan serta pertimbangan mashalahat dan
mafsadat. Oleh karena itu ada ungkapan,
“sebelum wanita berpikir keras dipoligami, maka laki-laki yang
bertanggung jawab telah berpikir keras 1000 kali sebelum berpoligami”
Hendaknya juga memperhatikan peringatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai orang yang berpoligami dan cenderung kepada salah satu istrinya (biasanya istri muda).Dan
jangan motivasi yang sunnah saja (ada juga yang berpendapat hukum asal
poligami adalah mubah) tetapi yang wajib juga (yaitu adil dan mampu).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Barangsiapa yang memiliki dua istri kemudian ia condong kepada
salah satunya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan
tubuhnya miring”.
Dan hendaknya memperhatikan bahwa istri adalah amanah yang halal dengan kalimat Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena
kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan
kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.”
-poligami juga butuh persiapan harta
Tidak dipungkiri bahwa untuk menikah lagi butuh harta dan ini butuh
pertimbangan yang matang, jangan sampai ekonomi dengan istri pertama
masih kembang kempis, kemudian dikompor-kompori supaya menikah lagi,
dengan alasan,“para sahabat saja miskin-miskin menikah lagi”Maka jika tawakkalnya seperti sahabat maka silahkan dan para sahabat
juga memiliki beberapa tujuan menikah lagi seperti menikahi istri
sahabatnya (janda) yang meninggal karena perang dan lain-lain.Dan harta Allah sebut sebagai salah satu penegak pokok kehidupan (qiyaam) jadi harus diperhatikan dalam rumah tangga apalagi yang akan berpoligami.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
وَلَا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ
قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا
مَعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.”
-Jangan membandingkan dengan mereka yang baru-baru poligami
Jika ingin membandingkan untuk mengompor-ngompori, maka jangan dengan
mereka yang baru-baru berpoligami (misalnya baru beberapa minggu) tentu
jawaban mereka,“enaknya 1 % saja, 99 % wuenaak sekali”“nikmat tenan, diperhatikan ama diurus dua istri, kalo punya satu
istri, dia akan bertengkar denganmu, kalo punya dua istri maka mereka
akan bertengkar memperebutkanmu”Jika ingin membandingkan, maka bandingkan dengan mereka yang sudah
berpuluh-puluh tahun poligami. Bagaimana ia harus membagi waktu,
menghadapi cemburu para istri, mempersiapkan mental istri pertama dan
mengurus anak-anak.
-Yang belum poligami juga punya pertimbangan dan kepentingan yang lain
Belum tentu yang belum poligami takut sama istrinya atau kurang
jantan, penakut dan sebagainya. Beberapa orang punya target dan tujuan
tertentu. Seperti ustadz yang lebih sibuk berdakwah, seseroang yang
harus berbakti kepada ibunya dahulu atau harus memperbaiki ekonomi
keluarga dahulu. Sebagaimana dengan menikah (muda) butuh berbagai
pertimbangan.
Semua perlu petimbangan yang matang dan musyawarah
Walhasil, semuanya butuh kebijaksanaan dan menempatkan sesuai dengan
keadaaanya. Perlu pertimbangan dan musyawarah dengan pihak-pihak
tertentu.
Allah berfirman,
وَ شَاوِرْهُمْ في الأَمْرِ
“Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali Imran: 159)
Allah Ta’ala juga berfirman,
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah dan mereka menafkahkan sebagian yang kami rizkikan kepada mereka.” (Asy-Syura: 38)
Jika ingin menikah maka libatkanlah orang tua dan minta saran mereka
begitu juga dengan poligami, meskipun syariat tidak mempersyaratkan ada
izin dan istri harus tahu, akan tetapi syariat mengajarkan musyawarah
dan menimbang mashlahat dan mafsadah. Maka istri juga harus dilibatkan
ketika berpoligami dan meminta pendapat orang-orang terdekat apakah ia
layak berpoligami dari sudut pandang mereka.