أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ
مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ
وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ . تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ
رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah
kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat”. (Ibrahim: 24 – 25).
Pohon
ini tiada duanya di muka bumi ini. Ia tumbuh subur dan berkembang
pesat dan mampu melawan serangan hama dan penyakit. Sehingga ia
menghasilkan buah yang tak pernah henti. Malah menumbuhkan pohon-pohon
lainnya. Itulah pohon keimanan.
Disebut Syajaratul Iman (Pohon Keimanan) lantaran keimanan yang kokoh laksana sebuah pohon yang selalu memberikan manfaat yang amat banyak;
- Buahnya dapat dikonsumsi oleh setiap makhluk yang menginginkannya.
- Dahannya dapat menjadi sarang serta tempat bertengger burung-burung.
- Daunnya yang lebat menjadi tempat berteduh musafir yang lewat.
- Akarnya menyimpan persediaan air untuk bumi yang tandus.
Inilah
pohon keimanan yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Beliau
mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah SWT. menyerupakan pohon iman yang
bersemi dalam hati dengan pohon yang baik. Akarnya menghunjam ke bumi
dengan kokoh dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Pohon itu terus
menerus mengeluarkan buah setiap musim. Jika engkau renungkan
perumpamaan ini tentulah engkau menjumpainya cocok dengan pohon iman
yang telah mengakar kokoh ke dalam dan di dalam hatinya. Sedang
cabangnya berupa amal-amal shalih yang menjulang ke langit. Pohon itu
terus menerus mengeluarkan hasilnya berupa amal shalih di setiap saat
menurut kadar kekokohannya di dalam hati. Kecintaan, keikhlasan dalam
beramal, pengetahuan tentang hakikat serta penjagaan hati terhadap
hak-haknya’.
Diantara
para ulama penafsir Qur’an mereka berpandangan bahwa yang dimaksud
dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Sebagaimana yang
ditunjukkan oleh hadits riwayat Ibnu Umar RA. Dalam kitab shahih. Ar
Rabi’ Ibnu Anas mengatakan bahwa orang mukmin itu pokok amalnya
menghunjam ke bumi sedang buah amalnya menuju langit lantaran
keikhlasannya dalam beramal.
Ibnul
Qayyim mengatakan, ‘Tidak ada perbedaan diantara ke dua pendapat itu
karena makna yang dimaksud tamsil ini adalah sosok orang mukmin sejati.
Sedang pohon kurma adalah sebagai gambaran yang menyerupainya dan dari
diri orang mukminlah sebagai sosok yang diserupakannya’. Pohon-pohon
keimanan ini tumbuh dan berkembang bahkan menumbuhkan pohon lainnya.
Syaikh
Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitabnya Ar Raqa’iq menggambarkan bahwa
pohon-pohon itu bak laksana kumpulan tanaman taman nan indah. Setiap
orang yang melihat pasti ingin berteduh didalamnya. Setiap melihat buah
mesti tangan ingin menjamahnya. Pokoknya taman itu amat menarik hati.
Pohon-pohon yang tumbuh di taman nan menawan itu adalah:
1. Syajaratut Tha’ah (Pohon Ketaatan)
Dari
tempat kamu berteduh di bawah pohon iman itu kamu dapat mencium aroma
wewangian bunga yang semerbak di dekatnya. Itu bersumber dari sebuah
pohon yang disebut syajaratut tha’ah, yakni pohon ketaatan. Ia menjadi saksi terhadap keridhaan Allah saat dilimpahkan di hari turunnya ayat berikut:
لَقَدْ
رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ
الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ
عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji
setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (Al-Fath:18)
Orang
yang berteduh di masa sekarang akan senantiasa mendapatkan ketenangan
hati dan tidak mudah goyah karena faktor terhalangnya mendapatkan
sesuatu atau tertinggal olehnya. Ia tetap tabah menunggu kemenangan yang
akan diraihnya. Ia juga berada dalam arus gerakan Islam untuk selalu
menunaikan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Ia setia dengan beban yang
terpikul di pundaknya. Dengan sikap itu ia mampu meruntuhkan mercusuar
kesesatan. Sedang ia telah menyatakan janji setia kepada Islam untuk
mati sebagai tebusannya. Pohon ketaatan ini bersumber pada akar
pengabdian yang utuh pada Sang Maha Pencipta. Sudah semestinya pohon
ketaatan itu tumbuh subur di hati kader dakwah.
2. Syajaratut Tirhab (Pohon Penyambutan)
Pohon
ini dinamakan pohon penyambutan. Ini untuk menyambut mereka-mereka
yang sedang berjuang untuk mempertaruhkan hidupnya agar meraih
kemuliaan di sisi Rabbnya. Jika Allah memilih untuk menimpakan musibah
kepadamu sebagai jalan untuk meraih anugerah keridhaan-Nya. Dan kamupun
mengalami cobaan berat hingga memaksamu berlindung di bawah syajaratut Tirhab,
pohon penyambutan. Ini dilakukan untuk mencari ketenangan di bawah
naungannya seraya menggerakkan pokoknya agar melimpahkan sebahagian
dari berkahnya kepadamu. Dan engkau melakukan sikap sebagaimana yang
dilakukan ibunda Maryam AS. Ketika bumi terasa sempit olehnya. Maka
terdengarlah suara yang menyeru kepadanya:
وَهُزِّي
إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا .
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ
أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ
الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Dan
goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan
bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka
katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Yang Maha
Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada
hari ini”. (Maryam: 25 – 26).
Maka
engkau mendapat makan dari buahnya yang telah masak dengan rasa puas
tanpa berlebihan. Di sana engkau beroleh minuman yang segar dari sungai
kecil yang mengalir di hadapanmu dengan mencidukkan kedua tanganmu
kepadanya tanpa harus bersusah payah. Pohon ini berdiri pada pokoknya
yakni kecintaan untuk menghariba kepada Rabbul Izzati. Dengan
penuh ketaqwaan dan keyakinan akan perjumpaannya. Bagi seorang kader
dakwah mendekatkan diri untuk menghamba kepada Allah SWT menjadi
keharusan. Agar ia senantiasa dalam kondisinya yang prima. Tidak lapar
dan tidak pula kehausan. Ia dapat memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya
dalam memperjuangkan ajaran-Nya.
3. Syajaratul Wafa’ (Pohon Kesetiaan)
Kesetiaan
adalah tanda kecintaan. Dan kecintaan merupakan prasyarat dalam
menjalin hubungan yang harmonis dengan kecintaannya. Nabi Muhammad SAW.
mempunyai tanaman sendiri sebagaimana yang telah disebutkan dalam
hadits, bahwa banyak pohon yang menyaksikan beberapa peristiwa dari
perjalanan hidupnya yang mulia. Sebagai isyarat yang menunjukkan adanya
hubungan ini. Terkadang sebagai gambaran untuk menyadarkan orang yang
lalai. Diantaranya adalah syajaratul wafa’, pohon kesetiaan.
Sebagai tanda adanya komunikasi di antara ruh-ruh yang selalu ingat.
Pohon ini dapat mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan
kepada yang berhak menerimanya serta mengakui kebaikan yang
diberikannya.
Ia
adalah batang pohon kurma yang merintih saat ditingalkan. Jabir bin
Abdullah RA. meriwayatkan, ‘Dahulu ada sebatang pohon kurma yang
digunakan oleh Nabi SAW. untuk pijakan tempat berdirinya. Setelah
dibuatkan mimbar untuk Nabi, kami mendengar dari batang kurma itu suara
rintihan seperti rintihan unta yang sedang hamil besar. Hingga Nabi
saw turun dari mimbarnya lalu meletakkan tangannya pada batang itu
barulah batang pohon itu diam’. Batang pohon itu mengeluarkan suara
rintihan seperti rintihan unta betina hamil besar. Peristiwa ini
merupakan salah satu mukjizat Nabi SAW. Sebatang pohon yang diberikan
penghormatan kepadanya lalu ia membalasnya. Manakala ditinggalkan ia
merasa sedih sehingga kesedihannya itu melahirkan suara rintihan.
Sekarang tiada seorangpun diantara kita melainkan di rumahnya terdapat
kitab hadits. Seakan-akan Nabi saw berdiri di hadapannya mengajarkan
urusan agama dan mengajarinya hukum-hukum syariat Islam. Maka sudah
selayaknya bagi manusia seperti kita berterima kasih dan membalasinya
dengan ketaatan dan kesetiaan pada ajaran yang dibawanya. Kita telah
mendapatkan pelajaran yang amat bagus dari sebatang pohon kurma. Maka
kita sebenarnya yang amat patut melakukan hal itu dan menterjemahkannya
dalam sikap kita terhadap dakwah dan ajaran ini. Sepatutnya kita pun
para kader dakwah merintih karena tidak dapat berbuat banyak untuk
memberikan kontribusi pada dakwah ini sebagaimana orang-orang yang
disebutkan Allah SWT. dalam kitab-Nya Allah berfirman:
وَلَا
عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ
مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ
الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
“Dan
tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku
tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali,
sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka
tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”. (At-Tauabh:92).
4. Syajaratut Tsabat (Pohon Keteguhan)
Keteguhan
menjadi hal yang amat urgen dalam mengemban amanah mulia. Karena
godaan dan rintangan akan selalu datang silih berganti. Karena itu bagi
aktivis dakwah ia amat memerlukan pohon keteguhan. Engkau dapat
berlindung dibawahnya di hari manusia berpecah belah karena
kecenderungannya yang berbeda-beda. Engkau mencari selamat dengan
meninggalkan semua golongan yang berpecah belah itu. ‘Sekalipun engkau
harus menggigit akar pohon (yakni berpegang teguh pada prinsip meskipun
hidup menderita)’.
Oleh
karena itu berlindunglah pada pohon keteguhan ini untuk mengeraskan
gigitannya. Seandainya engkau bayangkan keadaan yang sebenarnya tentulah
hatimu menjadi ragu dan bergetar penuh kecemasan. Antara perasaan
takut bila pegangannya mengendur lalu terbawa arus dan harapan untuk
tetap bertahan demi mencapai keselamatan.
Akan
tetapi sari pati cairan yang dikeluarkan oleh pohon itu membuat kamu
segar karena mendapat minuman darinya. Sedang manusia saat itu
menjulurkan lidahnya karena kehausan. Tenggorokanmu basah lagi sejuk,
sehingga menambah keras gigitanmu terhadapnya, seakan-akan kamu
menghisap keteguhan dan kekokohan darinya bagaikan bayi lapar yang
sedang menyusu. Pohon keteguhan ini juga menjadi alat Bantu untuk
menghadapi cobaan dan ujian komitmen dari berbagai rayuan dunia yang
memikat. Dari pohon itu kader dakwah tidak akan goyah karena daya tarik
material duniawi yang fana. Ia tidak seperti orang-orang yang lalai
dari kesetiaannya karena tergoda oleh ikan-ikan yang bermunculan pada
saat mereka harus menunaikan komitmen itu.
وَاسْأَلْهُمْ
عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ
فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا
وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا
كَانُوا يَفْسُقُونَ
“Dan
tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat
laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang
kepada mereka ikan-ikan (yang berada disekitar) mereka terapung-apung
di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak
datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka
berlaku fasik”. (Al-A’raf:163).
5. Syajaratul Unsi (Pohon Penghibur)
Pohon
ini menjadi penghiburmu di saat kamu sendirian dan kelembabannya
meringankan (membasahi) keringnya kesalahanmu. Pohon ini ditanam oleh
Nabi saw, saat beliau melalui dua kuburan yang sedang diazab.
Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Nabi SAW. ‘Beliau mengambil
sebatang pelepah kurma yang masih basah. Dan membelahnya menjadi dua
bagian lalu menancapkan kepada masing-masing dari kedua kuburan itu
satu bagian. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau lakukan
itu?’. Rasulullah SAW. menjawab, ‘Mudah-mudahan azab diringankan dari
keduanya selama kedua pelepah ini belum mengering’.
Buraidah
Al Aslami RA. memahami hal ini sebagai tuntutan yang dianjurkan. Oleh
karena itu ia berwasiat agar ditancapkan di atas kuburannya nanti dua
batang pelepah kurma. Orang-orang pun mengikuti jejaknya dalam hal ini.
Ada kalanya kita tidak dapat terlepas dari dosa-dosa kecil yang
mencemari keikhlasan amal kita atau dari keterpaksaan mengejar
sisa-sisa yang ada di tangan ahli dunia dari harta yang
memperdayakannya. Yang biasa dibarengi dengan begadang yang merusak
kesehatan dan dirundung oleh kegelisahan yang membuat diri kita tidak
dapat tidur. Sehingga tubuh ini menjadi lemah untuk persiapan kerja di
pagi hari. Barang kali dengan meluangkan waktu sejenak untuk berteduh
di bawah pohon ini agar dapat meringankan beban hidupmu. Tentu hiburan
bagi aktivis dakwah bukanlah dengan lantunan nasyid-nasyid dengan
iringan bunyi musiknya atau juga bukan dengan tontonan yang
melalaikannya. Akan tetapi hiburannya melalui dengan mengenang sejarah
kehidupan umat terdahulu yang diabadikan kebaikannya serta mengingat
akan janji balasan yang akan diberikan Allah SWT. pada orang-orang yang
beriman. Sehingga dapat menggambarkan kenangan indah di hatinya akan
kehidupan orang-orang yang telah berada di negeri cahaya yang penuh
berkah.
6. Syajaratul Mufashalah (Pohon Pemisahan)
Pohon
pemisahan ini menjadi saksi tentang sempurnanya akan kebersihan sarana
yang digunakan oleh seorang muslim dalam mencapai tujuannya yang
bersih. Demikian itu terjadi ketika ada seorang musyrik yang ingin
bergabung memberikan bala bantuan kepada pasukan kaum muslimin dalam
perjalanannya menuju medan perang Badar. Orang musyrik itu memberikan
bala bantuan atas dasar fanatisme golongan untuk membela kaumnya.
Ketika pasukan kaum muslimin sampai di sebuah pohon besar yang menjadi
rambu jalan sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah RA. Lalu
orang musyrik itu hendak bergabung. Maka Nabi menoleh kepadanya dan
mengatakan, ‘Kembalilah kamu, aku tidak meminta bantuan dari orang
musyrik’.
Maka
ketetapan ini terus berlaku sebagai prinsip yang tidak pernah ada
pengecualiannya. Kecuali hanya dalam kejadian-kejadian yang terbatas
dan langka. Oleh karena itu prinsip ini tetap menjadi pijakan dalam
amal dakwah kita agar tidak mengemis meminta-minta balas bantuan dari
orang yang memusuhi dakwah. Apalagi potensi yang dimiliki umat masih
melimpah ruah untuk didayagunakan.
7. Syajaratul Istighfar (Pohon Meminta Ampunan)
Pohon
istighfar berupa pohon anggur yang banyak buahnya. Apabila ada seorang
tamu yang mampir ke rumah pemiliknya maka ia akan memetik setangkai
buah itu lalu disodorkan kepadanya untuk mencicipinya. Setelah itu
tentu seseorang yang bertandang itu akan merasakan kepuasan yang
teramat sangat. Kemudian pada hari yang lain. Isteri pemilik kebun
anggur itu mengatakan kepada suaminya. ‘Cara seperti itu tidak etis
kepada tamu, sebaiknya engkau ikut memakan separuh jamuanmu guna
menyenangkan hatinya dan sekaligus sebagai pernghormatan padanya’.
Suaminnya menjawab, besok aku akan lakukan hal itu. Keesokan harinya,
setelah tamunya memakan separuh hidangan yang disajikan kepadanya. Lalu
lelaki pemilik kebun itu ikut serta memakannya. Tatkala ia
mencicipinya terasa anggur itu masam dan tidak enak untuk dimakannya.
Ia pun meludahkannya dan mengernyitkan kedua alisnya keheranan atas
kesabaran tamunya yang mau merasakan buah seperti itu. Namun tamu
itupun menjawabnya. ‘Sesungguhnya aku telah memakan buah ini dari
tanganmu sebelumnya selama beberapa hari dengan rasa manis tetapi
sekarang ini aku tidak suka memperlihatkan kepadamu rasa tidak enak
pada buah ini sehingga membuatmu menyesali pemberianmu yang lalu’.
Apa
yang disebutkan di atas ini bukanlah kisah ngawur melainkan sebagai
tamsil perumpamaan yyang dibuat untuk para dai yang mengusung dakwah
ini. Karena itu dengarkanlah baik-baik. Hal ini merupakan ungkapan
kisah yang dijabarkan kepadamu untuk mendekatkan kepahamanmu kepadanya
agar mudah kamu cerna.
Tidak
seorangpun di antara orang-orang yang ada disekitarmu yang terpelihara
dari kesalahan dan benar selalu adanya. Oleh karena itu jika ada
saudaramu yang berbuat kekeliruan maka janganlah kekeliruannya itu
mendorongmu untuk mendiamkannya tidak mau bergaul lagi dengannya. Tidak
sabar terhadapnya atau mendiskriditkannya. Bahkan jangan pula kamu
mencelanya melainkan bersabarlah kepadanya. Dan tahanlah emosimu. Dan
kamu harus memaafkannya dalam hatimu karena mengingat kebaikannya yang
terdahulu dan perilakunya yang baik dan penghormatannya kepadamu.
Karena barangkali dia dapat membantumu untuk bertaubat atau menolongmu
saat kamu belajar sebagai pelayan pendamping atau teman begadangmu atau
dia mengajarkan kepadamu suatu bidang pengetahuan yang diajarkan Allah
kepadanya dan hal-hal baru yang belum kamu ketahui.
8. Syajaratuz Zuhud (Pohon Zuhud)
Jika
engkau telah beroleh faedah dan menebarkan keadilan maka sudah saatnya
bagimu untuk membaringkan diri di bawah sebuah pohon yang ramping lagi
banyak buahnya dan bunganya. Keindahannya memukau pandangan orang yang
melihatnya dan membuat orang yang menikmati keindahannya berdecak
kagum karena selera penanamnya begitu tinggi.
Itulah
pohon zuhud. Yaitu pohon yang bersemi di dalam hati. Jenisnya lain
dari yang lain. Belum pernah ada seorang pun yang menanam hal yang
semisal itu sehingga terlihat sangat indah. Penanamannya menggambarkan
pohon itu bagai syair berikut:
Zuhud telah menanamkan pohon dalam kalbuku
Sesudah membersihkannya dari bebatuan dengan susah payah
Dia menyiraminya sesudah menancapkannya ke bumi dengan air mata yang dialirkan
Manakala di melihat burung-burung perusak tanaman terbang mengelilingi pagarnya
Dia mengusirnya
Aku tidur di bawah naungan yang rindang dengan hati yang senang
Dan mengusir semua yang mengganggunya
Kemudian aku berjanji setia kepada Tuhanku
Seperti
itulah Bai’atur Ridwan dilakukan di bawah pohon untuk memberikan janji
setia. Rasakanlah kamu menjadi salah seorang diantara mereka yang
melakukan hal itu. Dan kamu bersama di tengah-tengah mereka. Dirimu
dipenuhi oleh semangat bai’at janji setia sampai mati di jalan Allah
SWT. demi membela ajaran ini tegak di muka bumi.
9. Syajaratul Hilm (Pohon Penyantun)
Imam
Hasan Al Banna telah memahami seni menanam pohon keimanan ini. Karena
itu ia menanamkan kepada kita pohon Kesantunan. Beliau menggambarkannya
sebagai berikut: ‘Jadilah kamu seperti pohon yang berbuah. Manusia
melemparinya dengan batu sedang ia melempari mereka dengan buahnya’.
Sesungguhnya
ia telah memberikan gambaran yang baik dan masukan yang berfaedah.
Karena sesungguhnya kebanyakan manusia cepat cenderung kepada kejahilan
sehingga mendorong mereka untuk mendustakan para da’i dan menyakiti
mereka dengan cara batil. Seandainya seorang da’i bersikap jahil seperti
orang jahil itu dan membalas keburukan dengan keburukan semisal,
niscaya akan lenyap dan pudarlah nilai-nilai kebajikan itu. Sebenarnya
sikap yang harus diambil seorang da’i adalah berlapang dada,
mengharapkan pahala Allah dan memohon ampunan bagi kaum yang tidak
mengerti itu.
Syaikh
Muhammad Ahmad Ar Rasyid menandaskan bahwa pohon keimanan itu mesti
diberi pupuk dan disiraminya disetiap waktu. Dirawatnya dengan baik
agar tidak dimakan hewan yang mendatanginya atau dihinggapi hama
penyakit. Ia pun perlu diselamatkan dari tangan jahil manusia yang
sering usil untuk memetik buahnya sebelum masanya. Ia perlu penjaganan
yang ekstra agar pohon-pohon itu memberikan buahnya bagi dakwah ini.
Itulah Tsamaratud Da’wah (Buah Dakwah). Yakni kader-kader
dakwah yang militan yang menyediakan dirinya untuk melayani dakwah ini
dan berkhidmat terus demi tegaknya ajaran ini. Bila pertumbuhan kader
ini terus tumbuh dari berbagai segmen dan usia secara seimbang maka
dakwah ini akan mengalami tingkat produktifitas yang amat tinggi. Intajiyatud Da’wah
(Produktivitas Dakwah). Dengan begitu mewujudkan misi utama dakwah ini
untuk mencapai perubahan nilai dan norma akan semakin terrealisir.
Allah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107).
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ
انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan
peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
(Al-Anfal:39).