Simson Ade Suseno
Aku bersujud, tak lepas kening dari sajadah. terbentang dari saat kelahiran sampai ke liang kuburan hamba. entah berapa banyak air mata yang mengalir membasuhnya, entah berapa banyak doa yang terucap di atasnya. entah berapa harap yang tercurah memohon pertemuan denganMU.

Aku bersujud, tuk melarungkan rasa penat duniawi. mengadukan segala resah gundahku. mencairkan beban berat pundakku. menggerus

rasa ego hatiku. memadamkan api amarah di dadaku. menghilangkan rasa benci bathinku. agar lapang hati ini ketika sajadah terlipat.

Aku bersujud, memangil namamu dalam dhikir yang panjang. dalam setiap helaan napasku. dalam setiap denyut nadiku. dalam setiap aliran darahku. dalam setiap langkahku. dalam setiap pikirku. agar mudahlah semua urusan yang kusanding.
Label: |
Simson Ade Suseno
“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya).

Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburk

an pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan:Cinta itu buta.

Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:

“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)

Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?
Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.

Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?

Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dan pada hadits lain beliau bersabda:
“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.

“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)

Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.

Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.

Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku…

Wallahu a’alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.
Label: |
Simson Ade Suseno
Seseorang mengeluh pada Ustadz, ‘Dimanakah keadilan Allah, telah lama aku meminta dan memohon padaNya namun tak pernah dikabulkan.. aku shalat, puasa, bersedekah, berbuat kebajikan.. tapi tak satupun keinginanku dikabulkan. Padahal seorang teman yang ibadahnya kacau, bicaranya menyinggung hati, akhlaknya buruk, tapi apa yang dimintanya terkabul dengan cepat. Oh sungguh Allah tidak adil..’ Ustad berkata, ‘Pernahkah engkau didatangi pengamen?’

‘Pernah, tentu saja’ Kata orang itu serius.

‘Bayangkan jika pengamen itu berpenampilan seram, bertato, bertindik, nyanyiannya tak merdu memekakkan telinga, apa yang kau lakukan?’ Orang itu menjawab, ‘segera kuberi uang agar dia cepat berlalu dari hadapanku’

‘Lalu bagamana jika pengamen itu Qori besuara merdu mendayu, menyanyi dengan sopan dan penampilannya rapi lagi wangi, apa yg kau lakukan?’ ‘Kudengarkan dan kunikmati hingga akhir ayat lalu kuminta ia mengaji agi sekali lagi dan tambah lagi..’, kata orang itu sambil tersenyum

‘Kalau begitu bisa saja Allah bersikap begitu pada kita hambaNya. Jika ada manusia yang berakhlak buruk dan dibenciNya berdoa dan memohon padaNya, mungkin akan dia firmankan pada malaikat ‘Cepat berikan apa yang dia minta. Aku muak dengan pintanya. Tapi bila yang menadahkan tangan adalah hamba yang sholeh yang rajin bersedekah, maka mungkin saja Allah berfirman pada malaikatNya : Tunggu. Tunda dulu apa yang dipintanya, aku menyukai doa-doanya, Aku menyukai isak-tangis nya. Aku tak ingin dia menjauh dari Ku setelah mendapat apa yg dipintanya. Aku ingin mendengar tangisnya karena Aku mencintainya..Nah siapa kira2 yang sudah dicintai Allah SWT..?
Label: |
Simson Ade Suseno
Budaya pacaran ialah pemborosan melalui kencan, traktiran, tontonan, kini jalan zina itu menjadi kebanggaan. Bahkan ada yang minder tidak berpacaran. Malu gak maksiat, Naudzubillah. Ini terulang dimasa Jahiliyah dimana hukum Allah tidak menaungi peradaban, ingat pada zaman jahiliyah dulu para suami malu bila mendapatkan an
ak perempuan, l Malu dikuburkan hidup-hidup. Sekarangpun sama, pada pacaran seakan moral anak terkubur - masa depan rawan terkubur bersamaan dengan dampak buruknya di pergaulan bebas.

Pacaran, bertentangan dengan Islam Agama yang mulia dan aturan Allah yang tinggi pada kehidupan ini.

Pacaran tidaklah lepas dari bersentuhan, entah dengan cara berjabat tangan, berboncengan di atas kendaraan, atau berpegangan, berpelukan, berciuman dan lainnya. Memegang dan menyentuh wanita yang bukan mahram adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama kita.

Rasulullah -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda :

1) Andaikan kepala seseorang di tusuk dengan jarum besi, itu lebih baik (ringan) baginya dibandingkan menyentuh kulit seorang wanita yang tak halal baginya. [HR. Ar-Ruyaniy dalam Al-Musnad (227/2), dan Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (486, & 487)]

2) Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya [HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu'ah Al Manahi Asy Syari'ah 2/102]

3) Tidaklah seorang lelaki bersepi-sepian (berduaan) dengan seorang perempuan melainkan setan yang ketiganya (HSR.Tirmidzi)

4) Allah SWT Berfirman : Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek (Al Quran Surat Al Isra 32)

5) Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah bicara. (H.R. Muslim dan Abu Dawud)

Orang tua tidak peduli lagi dengan anak gadisnya ketika keluar rumahbersama laki-laki yg bukan mahramnya. Keluar dengan b erpakaian serba ketat, kemudian dibonceng,. Tidak tahu kemana anak gadisnya dibawa pergi. Lalu terjadilah apa yang terjadi. Si gadis terkadang pulang larut malam, namun orang tua hanya membiarkan kemungkaran terjadi di dalam rumah tangga, dan keluarganya. Inilah Dayyuts yang diharamkan baginya jannah (surga).

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda : Ada tiga golongan yang sungguh Allah haramkan baginya surga: pecandu khomer, orang yang durhaka (kepada orang tuanya), dan dayyuts yang membiarkan kemungkaran dalam lingkungannya. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/69/no. 5372). Hadits ini di-shohih-kan Kitab Shohih Al-Jami (3047)]
Label: |
Simson Ade Suseno
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, Setiap umatku yang bersalah akan dimaafkan, kecuali orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat ( HR-Bukhari Dan Muslim )

Dari Abu Musa al-Asyari berkata: Rasulullah Saw bersabda: Siapa saja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian keluar rumah dan berjalan melewati satu kaum sehingga mereka dapat mencium baunya, maka ia adalah wanita PEZINA. (H

.R. an-NasaI)

Rasulullah Saw bersabda: Perempuan yang berpakaian tetapi TELANJANG, berlenggang-lenggok waktu berjalan. Menghayun-hayunkan bahu. Kepala mereka bagaikan bonggol unta yang senget. Golongan ini TIDAK AKAN masuk syurga dan tidak akan dapat mencium bau wanginya. Sesungguhnya bau wangi syurga itu sudah dapat dicium dari perjalanan yang sangat jauh daripadanya. (HR-Muslim)
Label: |
Simson Ade Suseno
Wahai para wanita...tahukah anda bahwa:

Semakin banyak pandangan lelaki yang tergiur denganmu semakin bertumpuk pula dosa-dosamu

Semakin sang lelaki menghayalkanmu...semakin berhasrat denganmu maka semakin bertumpuk pula dosa-dosamu

Janganlah anda menyangka senyumanmu yang kau tebarkan secara sembarangan tidak akan ada pertanggungjawabannya kelak..!. Bisa jadi senyumanmu sekejap menjadi bahan lamunan seorang lelaki yang tidak halal bagimu selama berhari-hari..
Label: , |
Simson Ade Suseno
Sungguh berbeda Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan makhluk-Nya. Dia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Lihatlah manusia, ketika ada orang meminta sesuatu darinya ia merasa kesal dan berat hati. Sedangkan Allah Ta’ala mencintai hamba yang meminta kepada-Nya. Sebagaimana perkataan seorang penyair:

الله يغضب إن تركت سؤاله  وبني آدم حين يسأل يغضب

“Allah murka pada orang yang enggan meminta kepada-Nya, sedangkan manusia ketika diminta ia marah”

Ya, Allah mencintai hamba yang berdoa kepada-Nya, bahkan karena cinta-Nya Allah memberi ‘bonus’ berupa ampunan dosa kepada hamba-Nya yang berdoa. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

يا ابن آدم إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي

“Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” (HR. At Tirmidzi, ia berkata: ‘Hadits hasan shahih’)

Sungguh Allah memahami keadaan manusia yang lemah dan senantiasa membutuhkan akan Rahmat-Nya. Manusia tidak pernah lepas dari keinginan, yang baik maupun yang buruk. Bahkan jika seseorang menuliskan segala keinginannya dikertas, entah berapa lembar akan terpakai.

Maka kita tidak perlu heran jika Allah Ta’ala melaknat orang yang enggan berdoa kepada-Nya. Orang yang demikian oleh Allah ‘Azza Wa Jalla disebut sebagai hamba yang sombong dan diancam dengan neraka Jahannam. Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya, karena hamba-Nya diperintahkan berdoa secara langsung kepada Allah tanpa melalui perantara dan dijamin akan dikabulkan. Sungguh Engkau Maha Pemurah Ya Rabb…

Berdoa Di Waktu Yang Tepat

Diantara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut  dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir

Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang berdoa disepertiga malam yang terakhir. Allah Ta’ala berfirman tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya:

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُون

“Ketika waktu sahur (akhir-akhir malam), mereka berdoa memohon ampunan” (QS. Adz Dzariyat: 18)

Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada saat itu Rabb kita Subhanahu Wa Ta’ala turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang berdoa ketika itu. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ينزل ربنا تبارك وتعالى كل ليلة إلى السماء الدنيا ، حين يبقى ثلث الليل الآخر، يقول : من يدعوني فأستجيب له ، من يسألني فأعطيه ، من يستغفرني فأغفر له

“Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: ‘Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni‘” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758)

Namun perlu dicatat, sifat ‘turun’ dalam hadits ini jangan sampai membuat kita membayangkan Allah Ta’ala turun sebagaimana manusia turun dari suatu tempat ke tempat lain. Karena tentu berbeda. Yang penting kita mengimani bahwa Allah Ta’ala turun ke langit dunia, karena yang berkata demikian adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam diberi julukan Ash shadiqul Mashduq (orang jujur yang diotentikasi kebenarannya oleh Allah), tanpa perlu mempertanyakan dan membayangkan bagaimana caranya.

Dari hadits ini jelas bahwa sepertiga malam yang akhir adalah waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak berdoa. Lebih lagi di bulan Ramadhan, bangun di sepertiga malam akhir bukanlah hal yang berat lagi karena bersamaan dengan waktu makan sahur. Oleh karena itu, manfaatkanlah sebaik-baiknya waktu tersebut untuk berdoa.

2. Ketika berbuka puasa

Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena diwaktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahannya, sebagaimana hadits:

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه

“Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR. Muslim, no.1151)

Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ثلاث لا ترد دعوتهم الصائم حتى يفطر والإمام العادل و المظلوم

‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan baik ini untuk memohon apa saja yang termasuk kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Namun perlu diketahui, terdapat doa yang dianjurkan untuk diucapkan ketika berbuka puasa, yaitu doa berbuka puasa. Sebagaimana hadits

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/

(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)” (HR. Abu Daud no.2357, Ad Daruquthni 2/401, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232)

Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan lafazh berikut:

اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين

adalah hadits palsu, atau dengan kata lain, ini bukanlah hadits. Tidak terdapat di kitab hadits manapun. Sehingga kita tidak boleh meyakini doa ini sebagai hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

Oleh karena itu, doa dengan lafazh ini dihukumi sama seperti ucapan orang biasa seperti saya dan anda. Sama kedudukannya seperti kita berdoa dengan kata-kata sendiri. Sehingga doa ini tidak boleh dipopulerkan apalagi dipatenkan sebagai doa berbuka puasa.

Memang ada hadits tentang doa berbuka puasa dengan lafazh yang mirip dengan doa tersebut, semisal:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim”

Dalam Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341), dinukil perkataan Ibnu Hajar Al Asqalani: “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga di-dhaif-kan oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Atau doa-doa yang lafazh-nya semisal hadits ini semuanya berkisar antara hadits dhaif atau munkar.

3. Ketika malam lailatul qadar

Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al Qur’an. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firmanAllah Ta’ala:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

“Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3)

Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiallahu’anha:

قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فاعف عني

“Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda: Berdoalah:

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni ['Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku'']”(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”)

Pada hadits ini Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiallahu’anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan lafadz doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafadz yang diajarkan tersebut.

4. Ketika adzan berkumandang

Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafazh yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa.  Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا

“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

5. Di antara adzan dan iqamah

Waktu jeda antara adzan dan iqamah adalah juga merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة

“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Dengan demikian jelaslah bahwa amalan yang dianjurkan antara adzan dan iqamah adalah berdoa, bukan shalawatan, atau membaca murattal dengan suara keras, misalnya dengan menggunakan mikrofon. Selain tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah  Shallallahu’alaihi Wasallam, amalan-amalan tersebut dapat mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة

“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud no.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

Selain itu, orang yang shalawatan atau membaca Al Qur’an dengan suara keras di waktu jeda ini, telah meninggalkan amalan yang di anjurkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu berdoa. Padahal ini adalah kesempatan yang bagus untuk memohon kepada Allah segala sesuatu yang ia inginkan. Sungguh merugi jika ia melewatkannya.

6. Ketika sedang sujud dalam shalat

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد . فأكثروا الدعا

“Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482)

7. Ketika sebelum salam pada shalat wajib

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قيل يا رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات

“Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Diakhir malam dan diakhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, 3499)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta’ala berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ

“Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdoalah’. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).

Namun sungguh disayangkan kebanyakan kaum muslimin merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib yang sebenarnya tidak disyariatkan, kemudian justru meninggalkan waktu-waktu mustajab yang disyariatkan yaitu diantara adzan dan iqamah, ketika adzan, ketika sujud dan sebelum salam.

8. Di hari Jum’at

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر يوم الجمعة ، فقال : فيه ساعة ، لا يوافقها عبد مسلم ، وهو قائم يصلي ، يسأل الله تعالى شيئا ، إلا أعطاه إياه . وأشار بيده يقللها

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari  Jumat kemudian beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.

Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits:

هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة

“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu).

Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.

Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:

يوم الجمعة ثنتا عشرة يريد ساعة لا يوجد مسلم يسأل الله عز وجل شيئا إلا أتاه الله عز وجل فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر

“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud). Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur dikalangan para ulama.

Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”. Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.

9. Ketika turun hujan

Hujan adalah nikmat Allah Ta’ala. Oleh karena itu tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa memohon apa yang diinginkan kepada Allah Ta’ala:

ثنتان ما تردان : الدعاء عند النداء ، و تحت المطر

“Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami’, 3078)

10. Hari Rabu antara Dzuhur dan Ashar

Sunnah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu dikabulkannya doa diantara shalat Zhuhur dan Ashar dihari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ البِشْرُ في وجهه
قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة

“Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam berdoa di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir : ‘Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa,dan saya mendapati dikabulkannya doa saya‘”

Dalam riwayat lain:

فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر

“Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15, berkata: “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185)

11. Ketika Hari Arafah

Hari Arafah adalah hari ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jama’ah haji maupun bagi seluruh kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

خير الدعاء دعاء يوم عرفة

“Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi, 3585. Di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

12. Ketika Perang Berkecamuk

Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah Ta’ala. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan di atas:

ثنتان لا تردان أو قلما تردان الدعاء عند النداء وعند البأس حين يلحم بعضهم بعضا

“Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

13. Ketika Meminum Air Zam-zam

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ماء زمزم لما شرب له

“Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502)

Demikian uraian mengenai waktu-waktu yang paling dianjurkan untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah Ta’ala mengabulkan doa-doa kita dan menerima amal ibadah kita.

Amiin Ya Mujiibas Sa’iliin.
Label: , |
Simson Ade Suseno
“Dalam diri kita terkadang begitu sulit untuk bersabar untuk suatu hal, entah itu terkena musibah atau sedang di uji oleh-Nya, banyak sekali Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah S.A.W yang menjelaskan tentang sabar, berikut ada sedikit urain tentang makna sabar, semoga artikel ini dapat menambah kesabaran kita dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin…”

Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu’min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)

Sekilas Tentang Hadits
Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh :
- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.
- Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.
- Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.

Makna Hadits Secara Umum
Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’ ( عجبا ). Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja.

Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mu’min. Dimana ia memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut nagatifnya.

Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan, kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan dalam bentuk penysukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya.

Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar. Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.

Urgensi Kesabaran
Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian “nrimo”, ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.

Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.

Makna Sabar
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah “Shobaro”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran”. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.

Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur’an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur’an menjadi beberapa macam;

1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.

2. Larangan isti’ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…”

3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: “…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”

4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.”

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; “Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur’an (13: 23 – 24); “(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun `alaikum bima shabartum” (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Inilah diantara gambaran Al-Qur’an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.

Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.
Sebagaimana dalam al-Qur’an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;

1. Kesabaran merupakan “dhiya’ ” (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, “…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR. Muslim)

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR. Bukhari)

3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, “…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu’min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” (HR. Muslim)

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya.” (HR. Bukhari)

6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas’ud berkata”Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, ‘Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari)

7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari)

8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk-Bentuk Kesabaran
Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya’.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan “menyenangkan”. Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang “menyenangkan”.

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits
Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah :

1. Sabar terhadap musibah.
Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)

2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.

3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)

4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).

5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)

6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).

Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran
Ketidaksabaran (baca; isti’jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;
1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur’an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.

5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti’jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat “amalan” seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)

6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.

Penutup
Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu’min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.

Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.
Sumber: www.eramuslim.com
Label: , |
Simson Ade Suseno
Ketika pertama aku mengenalmu, yang aku tau kau masih sendiri dalam satu. Waktu itu waktu terus berputar seiring hari dan bulatnya perasaanku padamu. Selang kepercayaanku telah tumbuh kau mulai menerangkan keberadaanmu dan aku memahami betapa kau sudah mencoba untuk jujur tentang buah hatimu.

Kau mengatakan kau cacat dan hina, sebelum kau menuturkan apa yang kaukatakan aku mulai bertanya tentang apa yang menjadi pandangmu bahwa dirimu hina. Kemudian kau menerangkan satu asbab dimana kau telah mempunyai buah hati sungguh itu bukan kehinan ketika kau mempunyai buah hati itu adalah kemuliaan amanah yang telah dititipkan padamu.

Hatiku tak pernah sangsi dan patah ketika aku mendengar tuturkatamu tentang sebuah nama jelita anak manja. Aku berfikir mungkin Allah telah menunjukkan ujian karena lisanku. Aku pernah berucap tidaklah setatus dia gadis atau janda yang menjadi ukuran aku menentukan seorang wanita yg akan menjadi pendamping hidupku dalam menghamba kepadaNya. Karenanya aku tetap tenang dan percaya kepadaNya, dan mengangankan aku betapa bahagianya ketika aku juga turut menjaga amanah dariNya.

Walau dia bukan darahku tapi dia belahan jiwa darimu, kesempurnaan sempat terukir dibenakku ketika aku bercerita kepada kakakku sungguh dia tidak melarangku. Kemudian aku beranikan diri untuk meminta restu kedua orang tuaku, karena keridhoaan mereka adalah jalan pembuka surga.

Disinilah aku menemukan benturan betapa mereka tak mampu menerima adamu, yang menjadi aku tak bisa melihat wanita yang aku cinta tersiksa ketika mereka mengatakan. Mana mungkin aku menimang cucu yang bukan dari darah dagingmu, sungguh aku terpukul. Tapi itulah pandangan aku tetap mencoba untuk sabar dan mencoba untuk menerangkan sungguhpun aku takut menyakiti hatimu.

Selang waktu berjalan aku mulai berfikir tidak indah dan sempurna ketika aku harus membiarkan kau terluka akan karena hati yang baja. Karenanya aku ambil keputusan berpisah dan membuat batasan dikalbu.

Walaupun aku tau ini berat dan mungkin kau akan menangis tapi sungguh biarlah aku yang menanggung setiap butiran air matamu, kau tidak akan tau ketika setiap titikan air matamu adalah cambuk bagiku dan kau telah mengeringkan air mataku. Setiap kebencianmu adalah bembuka jurang yang akan menjerumuskanku dan menguburku dalam patah karena salahku.

Kau akan tetap menjadi wanita yang mulia dan tidak akan pernah menjadi hina karena statusmu, allah bersamamu dan aku hanya batu yang menjadi sandunganmu untuk lebih mengenal dan dekat padaNya. Setiap kehadiran yang akan dituliskan dariNya adalah kebenaran dan lambat laun akan menghapus puing yang telah pecah dan menutup sejengkal hatimu.

Harapku untukmu, Biarlah nanti kau akan menjadi sebuah bunga yang mewangi dan indah disurga. Dan ketika itu aku ingin kembali menjadi yang pertama memetikmu dengan keridhoaan orang tuaku. Jika kini kau bukan pilihan, maka aku ingin kelak kau menjadi pilihan yang terpilih oleh keridhoan orang tuaku.
Label: , , |
Simson Ade Suseno
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (TQS al-Ankabut [29]: 2-3).

Banyak orang merasa cukup ketika menyatakan diri sebagai Mukmin. Seolah pengakuan iman tidak mengandung konsekuensi bagi pelakunya. Padahal, pengakuan iman itu masih harus dibuktikan dalam bentuk sikap dan tindakan ketika menghadapi ujian dan cobaan. Ayat di atas memberitakan keniscayaan adanya ujian bagi pengakuan iman setiap orang untuk membuktikan kebenarannya.

Harus Diuji

Allah SWT berfirman: Aha-siba al-nâs an yutrakû an yaqûlû âmannâ wahum lâ yuftanûn (apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan [saja] mengatakan: "Kami telah beriman" sedang mereka tidak diuji lagi?). Ada beberapa riwayat mengenai sabab al-nuzûl ayat ini. Meskipun demikian, ayat ini tidak hanya berlaku untuk mereka. Sebab, kata al-nâs memberikan makna umum yang berarti meliputi seluruh manusia.

Kata hasiba dalam ayat ini bermakna zhanna (menduga, mengira). Sedangkan huruf hamzah di depannya merupakan istifhâm (kata tanya). Ibnu Katsir dan Sihabuddin al-Alusi menyimpulkan bahwa istifhâm dalam ayat ini bermakna inkâri (pengingkaran). Bisa juga, sebagaimana dinyatakan al-Syaukani, bermakna li al-taqrî' wa al-tawbîkh (celaan dan teguran). Artinya, mereka tidak dibiarkan begitu saja mengatakan telah beriman tanpa diuji dan dicoba seperti yang mereka kira. Mereka benar-benar akan diuji untuk membuktikan kebenaran pengakuan iman mereka.

Kata yuftanûn berasal dari kata al-fitnah. Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para mufassir mengenai kata tersebut. Mujahid, sebagaimana dikutip Ibnu Jarir, memaknainya lâ yuftanûn sebagai lâ yubtalûn (mereka diuji). Menurut al-Nasafi, pengertian al-fitnah di sini adalah al-imtihân (ujian) yang berupa taklif-taklif hukum yang berat, seperti kewajiban mening-galkan tanah air dan berjihad melawan musuh; melaksanakan seluruh ketaatan dan meninggalkan syahwat; ditimpa kemis-kinan, paceklik, dan berbagai musibah yang melibatkan jiwa dan harta; dan bersabar meng-hadapi kaum kafir dengan berbagai makar mereka.

Jika dikaitkan dengan nash lainnya, ujian yang diberikan Allah SWT itu tidak selalu dalam bentuk yang berat dan dibenci. Ada juga ujian yang menyenang-kan sebagiamana dalam firman-Nya: Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) (TQS al-Anbiya' [21]: 35).

Semua ujian itu berfungsi untuk membuktikan kebenaran iman seseorang. Dijelaskan Ibnu Katsir bahwa ujian yang diberikan itu sesuai dengan kadar keimanan pelakunya. Nabi SAW bersabda: Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian berikutnya dan berikutnya. Seseorang dicoba sesuai dengan (kadar) agamanya. Ketika dia tetap tegar, maka ditingkatkan cobaannya (HR al-Tirmidzi).

Menurut Ibnu Katsir ayat ini sejalan dengan beberapa ayat lainnya, seperti firman Allah SWT: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (TQS Ali Imran [3]: 142). Juga QS al-Baqarah [2]: 214.


Terbukti Iman atau Dusta

Setelah menegaskan adanya cobaan untuk menguji keimanan manusia, Allah SWT berfirman: walaqad fatannâ al-ladzîna min qablihim (dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka). Ayat ini memberitakan bahwa ujian keimanan itu tidak hanya diberikan kepada kalian, namun juga umat-umat terdahulu. Oleh karena itu, ujian keimanan merupakan sunnatul-Lâh yang berlaku di setiap masa.

Dengan ujian dan cobaan itulah dapat diketahui pengakuan yang benar dan yang dusta. Allah SWT berfirman: falaya'lamannal-Lâh al-ladzîna shadaqû (maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar). Sebagai Dzat Yang Maha Mengetahui, Allah SWT telah mengetahui semua peristiwa, baik sebelum, sedang, maupun sudah terjadi. Oleh karena itu, al-'ilmu di sini dimaknai al-ru'yah. Hal ini sebagaimana makna lina'lama (agar Kami Mengetahui) dalam QS al-Baqarah [2]: 143) yang bermakna linarâ (agar Kami melihat). Menurut Ibnu Katsir, al-ru'yah (penglihatan) berkaitan dengan sesuatu yang ada. Sedangkan al-'ilm (pengetahuan) lebih dari itu, bisa menyangkut perkara yang ada maupun yang tidak ada.

Dalam Alquran cukup banyak diberitakan tentang orang-orang yang mampu membuktikan kebenaran imanan mereka sekalipun mendapatkan ujian yang besar. Dalam QS al-Shaffat [37]: 101-108, misalnya, dikisahkan ketegaran Ibrahim dan putranya dalam menghadapi al-balâ' al-mubîn (ujian yang nyata), berupa perintah menyembelih putranya. Perintah tersebut tentu merupakan ujian yang besar. Bagi Ibrahim, Ismail adalah perhiasan dunia yang paling dicintainya. Sementara bagi Ismail, nyawanya adalah harta paling berharga yang dia miliki. Namun mereka bersabar dengan perintah tersebut. Setelah terbukti ketaatan mereka, Allah SWT pun membatalkan perintah-Nya dan menebusnya dengan sembelihan yang besar.

Pembuktian keimanan juga berhasil ditunjukkan para ahli sihir yang bertanding dengan Musa as. Setelah melihat mukjizat Nabi Musa as, mereka segera bersujud dan menyatakan beriman. Fir'aun pun mengancam mereka akan memotong tangan dan kaki mereka secara silang dan menyalib mereka. Namun mereka tidak gentar dan tidak berpaling menjadi kafir kembali meskipun mendapatkan ancaman yang keras (lihat QS al-A'raf [7]: 115-126).

Dalam QS al-Hasyr [59]: 8-9 juga diberitakan mengenai kebenaran iman kaum Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin tetap tegar mencari karunia Allah dan ridha-Nya; menolong agama Allah dan rasul-Nya sekalipun mereka diusir dari kampung halaman dan harta mereka. Mereka pun disebut sebagai al-shâdiqûn (orang-orang yang benar). Demikian pula kaum Anshar yang dengan senang hati menerima kehadiran kaum Muhajirin. Bahkan lebih meng-utamakan dari saudaranya atas diri mereka.

Allah SWT berfirman: wala-ya'lamanna al-kâdzibîn (dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta). De-ngan ujian tersebut, akan terlihat pula orang-orang yang dusta pengakuannya. Pengakuan iman mereka hanya terbatas di mulut saja, tidak melebihi kerongkongan. Dalam Alquran juga banyak dikisahkan tentang kaum yang gagal membuktikan kebe-naran iman mereka.

Dalam QS al-Baqarah [2]: 246 diceritakan mengenai Bani Israil yang meminta agar diangkat seorang pemimpin untuk mereka. Mereka juga menegaskan tidak akan keberatan jika diperintahkan untuk berperang di jalan-Nya. Akan tetapi, ketika diangkat pemimpin dan perang benar-benar diwajibkan, sebagian besar mereka berpaling.

Demikian pula kaum Munafik di Madinah. Ketika Madinah dikepung pasukan kaum Musyrikin, mereka mengatakan bahwa Allah SWT dan rasul-Nya hanya menjanjikan tipu daya (lihat QS al-Ahzab [33]: 12). Tak hanya itu, mereka bahkan memprovokasi penduduk Yatsrib untuk pulang dari medan pe-rang. Padahal sebelumnya mereka tekah berjanji kepada Allah untuk tidak mundur dari peperangan (lihat QS al-Ahzab [33]: 13, 15). Sikap mereka itu menjadi bukti nyata bahwa keimanan mereka dusta. Allah SWT pun berfirman: Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat (TQS al-Ahzab [33]: 14).

Demikianlah. Keimanan yang benar pasti akan melahirkan ketaatan terhadap syariah-Nya. Oleh karena itu, keterikatan dan ketaatan terhadap syariah bisa dijadikan sebagai tolok keimanan seseorang. Ketika seseorang senantiasa terikat dan taat terhadap syariah, sesulit dan seberat apa pun, keimanannya telah terbukti benar. Sebaliknya, ketika tidak mau taat, apalagi menolak, tentulah keimanannya patut diragukan. Semoga kita termasuk orang yang benar. Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.
Label: , |
Simson Ade Suseno
Kini kuterpenjara dalam hatiku, remuk redam semua jiwaku. Aku hancur dipersimpangan beranjakpun aku enggan tersenyumpun tak mampu. Jika ini jalan yg engkau tuliskan dalam hidupku aku berpasrah padamu ya robb. Berilah diantara kami kekuatan meski ini berat untuk kulalui.

Ya robb ampuni kezalimanku karena kelemahanku aku telah membuat insan yang baik terluka dan mungkin berurai air mata. Semoga ini keputusan yang baik sebelum jauh aku menggores luka di lubuk hatinya.
Label: , |