Simson Ade Suseno

Sepi hari kurasakan, kurebahkan diri dalam kelimbungan. Hanya untuk melepaskan penatnya jiwa, Berjuta pikir mulai menggelantung dalam hati, seolah enggan untuk melepas sendiri. Jiwaku bagaikan dedaunan yang lambat laun akan kemuning karena waktu. Galauku membawa diri seolah jatuh tak berarti, bagaikan daun yang jatuh melayang terterpa angin senja.

Detik waktu terus bergulir menusuk jiwa yang semakin bimbang. Seolah tak perduli kapan akan semuanya dapat terselesaikan. Kegelisahan kian terasa ketika jiwa jiwa mulai menghadap padaNya. Sesal dan ketak berdayaan mulai tampak jelas mematahkan setiap sendi dan melumpuhkan seluruh saraf. Air mata mulai terasa memberatkan kelopak mata, terasa hangat menitik mengalir dalam ngarai-ngarai lekuk keriput pipi.

Label: , |
Simson Ade Suseno

Ya rob kekuranganku dalam bersimpuh kepadaMu sangatlah telah kurasakan. Sedikitnya iman peneman langkah hidup mencari kebenaran yang hakiki. Ku simpuhkan kaki ku tengadahkan tangan hanya mengharap belas kasihMu. Ku akui begitu banyaknya dosa yang telah ku goreskan dalam lembaran hidup ini. Terlalu nikmatnya aku melukiskan kisah kisah kelam dalam catatan keburukanku. Aku terlalu lama terbuai dalam urusan dunia, sehingga menutup batin ini dalam kesehajaan.

Aku sangatlah menyadari betapa telah menumpuknya dosa yang telah ku perbuat. Aku hanya mengharapkan ampunan dan keridhoanMu ya robi. Ya rob izinkan aku menikmati sisa hidupku dengan ampunan dan keridhoanMu. Aku rindu akan surgaMu, berilah hambaMu ini dalam kemeranaan dunia. Tapi jadikanlah hambaMu ini pemenang dan penikmat kehidupan yang hakiki kelak dalam surgamu.amin
Label: , , |
Simson Ade Suseno

Aku menderita karena tidak kejujuranku, seandainya ku katakan mungkin aku tak kan menderita. Aku mendustai diriku sendiri kuberusaha seolah tampak tak mengharapkannya, tapi sebenarnya aku sangat menginginkannya. Aku hanya takut salah menafsirkan, karenanya aku biarkan batin ini merana. Ku pendam semua rasa membakar setiap nadi melumpuhkan semua saraf. Aku belajar untuk mencari yang lain tapi aku tak bisa, aku merasa hati ini seperti sudah terbelenggu oleh cinta.

Ya rob jika memang dia adalah pilihan terakhir bagiku kuatkanlah aku dan persatukan lah kami, Jika pula dia bukan milikku kuatkanlah hatiku, dan perjumpakanlah kami dengan yang terbaik menurut kehendak-MU. Aku hanya berpasrah kepada-MU jika menyangkut hati yang akan bersatu.

Semakin hari aku semakin menyadari mungkin inilah balasan bagi kesombonganku. Dulu ada hati yang mengharapkan hati ini, tapi aku enggan menghampirinya. Sedikitpun kata tak terucap dari bibir ini, ia atau tidak. Sedangkan aku tau betapa ia telah menaruh hati padaku. Malah aku mencoba mencari yang lain hingga aku terjatuh sendiri. Sekarang semunya telah berbalik menerjang luluh batin ini. (kisah SMA)
Label: |
Simson Ade Suseno

Jalan yang indah tapi tak seindah perjalanan hidup ini. Kulalui hidup dengan penuh kerisauan, perjalananpun semakin terasa melelahkan ketika harus tak ada teman. Semakin sering kulalui semakin pula sering kutemukan kerikil-kerikil tajam yang mengauskan terompah perjalanan. Terik mentari semakin menusuk ubun-ubun, peluh mulai bercucuran membasahi pelipis, ku seka perlahan tampak menghitam kusam sapu tangan.

Ku kibaskan saputangan walau dengan sedikit tenaga, perlahanku menghelakan nafas berat untuk mengurangi rasa penat. Aku terus berjalan menuju penghujung jalan kucari tempat persinggahan sekiranya hanya untuk membenamkan harapan. Ku cuba mengukirnan nama-nama dalam setiap hati insan agar sekiranya nanti jika aku tak sanggup menyelesaikan perjalanan ini masih ada yang menceritakan.

Tentang sebuah perjalanan lelaki berwajah legam dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan tipuan. Sekelit pandang terjurus pada sebuah keindahan seorang insan yang memancarkan rasa kepedulian. Hati si wajah legam bergejolak menahan rasa, tersimpan rasa yang semakin menyiksa di dalam jiwa. Tak mungkin dia mendekatinya atau mengutarakan sebuah prasangka hatinya, karena dia hanyalah lelaki yang berwajah legam.

Hanya tegur sapa yang dapat terlontar, tak ada keberanian untuk mengutarakan karena hatinya telah terpenjara oleh rasa kerendahan. Semakin hari semakin tersiksa kata tak ada lagi yang dapat terucapkan. Kian hari si insan semakin menghilang, di telah tak tampak dalam perjalanannya. Pria berwajah legam semakin gusar....hari demi hari terus dinantikan hanya setiap bait kata yang bisa ia tuliskan dalam lembaran dunia maya.

Perjalanan semakin tak menentu seolah tiada penghujung, setiap pemberhentian dalam istirahatnya selalu mengukirkan namanya...mungkin sudah banyak namanya terukir di setiap bongkahan batu prasasti perjalanan dunia maya.
Label: , |
Simson Ade Suseno
Dikutip dari " Kisah Kehidupan Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabatnya "
"http://azharjaafar.blogspot.com/"

Muslim dan Tarmidzi telah meriwayatkan dari An-Nu'man bin Basyir ra. dia berkata: Bukankah kamu sekarang mewah dari makan dan minum, apa saja yang kamu mau kamu mendapatkannya? Aku pernah melihat Nabi kamu Muhammad SAW hanya mendapat korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya!

Dalam riwayat Muslim pula dari An-Nu'man bin Basyir ra. katanya, bahwa pada suatu ketika Umar ra. menyebut apa yang dinikmati manusia sekarang dari dunia! Maka dia berkata, aku pernah melihat Rasulullah SAW seharian menanggung lapar, karena tidak ada makanan, kemudian tidak ada yang didapatinya pula selain dari korma yang buruk saja untuk mengisi perutnya.

Suatu riwayat yang diberitakan oleh Abu Nu'aim, Khatib, Ibnu Asakir dan Ibnun-Najjar dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika dia sedang bersembahyang duduk, maka aku pun bertanya kepadanya: Ya Rasulullah! Mengapa aku melihatmu bersembahyang duduk, apakah engkau sakit? jawab beliau: Aku lapar, wahai Abu Hurairah! Mendengar jawaban beliau itu, aku terus menangis sedih melihatkan keadaan beliau itu. Beliau merasa kasihan melihat aku menangis, lalu berkata: Wahai Abu Hurairah! jangan menangis, karena beratnya penghisaban nanti di hari kiamat tidak akan menimpa orang yang hidupnya lapar di dunia jika dia menjaga dirinya di kehidupan dunia. (Kanzul Ummal 4:41)

Ahmad meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata: Sekali peristiwa keluarga Abu Bakar ra. (yakni ayahnya) mengirim (sop) kaki kambing kepada kami malam hari, lalu aku tidak makan, tetapi Nabi SAW memakannya - ataupun katanya, beliau yang tidak makan, tetapi Aisyah makan, lalu Aisyah ra. berkata kepada orang yang berbicara dengannya: Ini karena tidak punya lampu. Dalam riwayat Thabarani dengan tambahan ini: Lalu orang bertanya: Hai Ummul Mukminin! Apakah ketika itu ada lampu? Jawab Aisyah: Jika kami ada minyak ketika itu, tentu kami utamakan untuk dimakan.
(At-Targhib Wat-Tarhib 5:155; Kanzul Ummal 5:155)

Abu Ya'la memberitakan pula dari Abu Hurairah ra. katanya: Ada kalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun di rumah-rumah Rasulullah SAW tidak ada satu hari pun yang berlampu, dan dapurnya pun tidak berasap. Jika ada minyak dipakainya untuk dijadikan makanan. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:154; Majma'uz Zawatid 10:325)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Urwah dari Aisyah ra. dia berkata: Demi Allah, hai anak saudaraku (Urwah anak Asma, saudara perempuan Aisyah), kami senantiasa memandang kepada anak bulan, bulan demi bulan, padahal di rumah-rumah Rasulullah SAW tidak pernah berasap. Berkata Urwah: Wahai bibiku, jadi apalah makanan kamu? Jawab Aisyah: Korma dan air sajalah, melainkan jika ada tetangga-tetangga Rasulullah SAW dari kaum Anshar yang membawakan buat kami makanan. Dan memanglah kadang-kadang mereka membawakan kami susu, maka kami minum susu itu sebagai makanan. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:155)

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah ra. katanya: sering kali kita duduk sampai empat puluh hari, sedang di rumah kami tidak pernah punya lampu atau dapur kami berasap. Maka orang yang mendengar bertanya: Jadi apa makanan kamu untuk hidup? Jawab Aisyah: Korma dan air saja, itu pun jika dapat. (Kanzul Ummal 4:38)

Tarmidzi memberitakan dari Masruq, katanya: Aku pernah datang menziarahi Aisyah ra. lalu dia minta dibawakan untukku makanan, kemudian dia mengeluh: Aku mengenangkan masa lamaku dahulu. Aku tidak pernah kenyang dan bila aku ingin menangis, aku menangis sepuas-puasnya! Tanya Masruq: Mengapa begitu, wahai Ummul Mukminin?! Aisyah menjawab: Aku teringat keadaan di mana Rasulullah SAW telah meninggalkan dunia ini! Demi Allah, tidak pernah beliau kenyang dari roti, atau daging dua kali sehari. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:148)

Dalam riwayat Ibnu Jarir lagi tersebut: Tidak pernah Rasulullah SAW kenyang dari roti gandum tiga hari berturut-turut sejak beliau datang di Madinah sehingga beliau meninggal dunia. Di lain lain versi: Tidak pernah kenyang keluarga Rasulullah SAW dari roti syair dua hari berturut-turut sehingga beliau wafat. Dalam versi lain lagi: Rasulullah SAW telah meninggal dunia, dan beliau tidak pernah kenyang dari korma dan air.
(Kanzul Ummal 4:38)

Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Baihaqi telah berkata Aisyah ra.: Rasulullah SAW tidak pernah kenyang tiga hari berturut-turut, dan sebenarnya jika kita mau kita bisa kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain yang lapar dari dirinya sendiri. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:149)

Ibnu Abid-Dunia memberitakan dari Al-Hasan ra. secara mursal, katanya: Rasulullah SAW selalu membantu orang dengan tangannya sendiri, beliau menampal bajunya pun dengan tangannya sendiri, dan tidak pernah makan siang dan malam secara teratur selama tiga hari berturut-turut, sehingga beliau kembali ke rahmatullah. Bukhari meriwayatkan dari Anas ra. katanya: Tidak pernah Rasulullah SAW makan di atas piring, tidak pernah memakan roti yang halus hingga beliau meninggal dunia. Dalam riwayat lain: Tidak pernah melihat daging yang sedang dipanggang (maksudnya tidak pernah puas makan daging panggang). (At-Targhib Wat-Tarhib 5:153)

Tarmidzi memberitakan dari Ibnu Abbas ra. katanya: Rasulullah SAW sering tidur malam demi malam sedang keluarganya berbalik-balik di atas tempat tidur karena kelaparan, karena tidak makan malam. Dan makanan mereka biasanya dari roti syair yang kasar. Bukhari pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya: Pernah Rasulullah SAW mendatangi suatu kaum yang sedang makan daging bakar, mereka mengajak beliau makan sama, tetapi beliau menolak dan tidak makan. Dan Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah SAW meninggal dunia, dan beliau belum pernah kenyang dari roti syair yang kasar keras itu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:148 dan 151)

Pernah Fathimah binti Rasulullah SAW datang kepada Nabi SAW membawa sepotong roti syair yang kasar untuk dimakannya. Maka ujar beliau kepada Fathimah ra: Inilah makanan pertama yang dimakan ayahmu sejak tiga hari yang lalu! Dalam periwayatan Thabarani ada tambahan ini, yaitu: Maka Rasulullah SAW pun bertanya kepada Fathimah: Apa itu yang engkau bawa, wahai Fathimah?! Fathimah menjawab: Aku membakar roti tadi, dan rasanya tidak termakan roti itu, sehingga aku bawakan untukmu satu potong darinya agar engkau memakannya dulu! (Majma'uz Zawa'id 10:312)

Ibnu Majah dan Baihaqi meriwayatkan pula dari Abu Hurairah ra. katanya: Sekali peristiwa ada orang yang membawa makanan panas kepada Rasulullah SAW maka beliau pun memakannya. Selesai makan, beliau mengucapkan: Alhamdulillah! Inilah makanan panas yang pertama memasuki perutku sejak beberapa hari yang lalu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:149)

Bukhari meriwayatkan dari Sahel bin Sa'ad ra. dia berkata: Tidak pernah Rasulullah SAW melihat roti yang halus dari sejak beliau dibangkitkan menjadi Utusan Allah hingga beliau meninggal dunia. Ada orang bertanya: Apakah tidak ada pada zaman Nabi SAW ayak yang dapat mengayak tepung? Jawabnya: Rasulullah SAW tidak pernah melihat ayak tepung dari sejak beliau diutus menjadi Rasul sehingga beliau wafat. Tanya orang itu lagi: Jadi, bagaimana kamu memakan roti syair yang tidak diayak terlebih dahulu? Jawabnya: Mula-mula kami menumbuk gandum itu, kemudian kami meniupnya sehingga keluar kulit-kulitnya, dan yang mana tinggal itulah yang kami campurkan dengan air, lalu kami mengulinya. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:153)

Tarmidzi memberitakan daiipada Abu Talhah ra. katanya: Sekali peristiwa kami datang mengadukan kelaparan kepada Rasulullah SAW lalu kami mengangkat kain kami, di mana padanya terikat batu demi batu pada perut kami. Maka Rasulullah SAW pun mengangkat kainnya, lalu kami lihat pada perutnya terikat dua batu demi dua batu. (At-Targhib Wat-Tarhib 5:156)

Ibnu Abid Dunia memberitakan dari Ibnu Bujair ra. dan dia ini dari para sahabat Nabi SAW Ibnu Bujair berkata: Pernah Nabi SAW merasa terlalu lapar pada suatu hari, lalu beliau mengambil batu dan diikatkannya pada perutnya. Kemudian beliau bersabda: Betapa banyak orang yang memilih makanan yang halus-halus di dunia ini kelak dia akan menjadi lapar dan telanjang di hari kiamat! Dan betapa banyak lagi orang yang memuliakan dirinya di sini, kelak dia akan dihinakan di akhirat. Dan betapa banyak orang yang menghinakan dirinya di sini, kelak dia akan dimuliakan di akhirat.'

Bukhari dan Ibnu Abid Dunia meriwayatkan dari Aisyah ra. dia berkata: Bala yang pertama-tama sekali berlaku kepada ummat ini sesudah kepergian Nabi SAW ialah kekenyangan perut! Sebab apabila sesuatu kaum kenyang perutnya, gemuk badannya, lalu akan lemahlah hatinya dan akan merajalelalah syahwatnya!
(At-Targhib Wat-Tarhib 3:420).
Label: , |
Simson Ade Suseno
Apa lagi yang musti ku tuliskan dilembaran putih ini kecuali hanya kisah kisah tangisan dan jeritan hati orang terhina yang dapat kutuliskan. Aku bingung kemana nak ku tuangkan kisah ini keculi hanya pada lembaran-lembaran blog ini. Memang sengaja hati membuatnya karena tidak ada tempat untuk berkeluh kesah. Aku tak sanggup menceritakan beratnya perjalanan!! kepada kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku.

Aku hanya ingin tampak kuat dihadapan mereka, aku takut ketika ku tunjukkan kelemahanku mereka akan menjadi patah. Ya....... biarlah semua kisahku kutuangkan dalam lembaran ini. Biarlah hanya aku yang tau betapa perihnya batin ini. Ya rob ku..berapa kali aku harus menumpahkan air mata ini, berapa kali pula aku harus menyekanya.

Andai saja mata-mata batin setiap insan bisa melihat perihnya kehidupan ini. Mungkin aku akan menjadi hancur karena menanggung malu yang teramat besar. Aku bukan menggurutu karena nasibku tapi yang aku sesalkan kenapa karena ketak berdayaanku semuanya menjadi kelabu.

Ya........ rob jangan tutupkan usiaku ketika aku belum mampu menyentuh kaki kedua orang tuaku dan mengangkat derajatnya dari keterhinaan. Biarlah aku hidup dalam hati penuh luka asalkan dimata kedua orang tuaku aku tampak bahagia. Bendunglah airmataku dihadapan mereka..... biar mereka tak tau jeritan perih hati dari anaknya.

Cukupkan nikmat Mu padanya bahagiakanlah mereka dalam karuniaMu.
Label: , |
Simson Ade Suseno

Ya rob......Jadikan bulan Ramadhan ini menjadi penyejuk jiwaku, dan pelebur dosaku. Aku yang berlumuran dosa masih pantaskah untuk menyambut bulan yang mulia ini. Aku ingin terlahir kembali dalam kefitrohan jiwa. Ya beberapa hari lagi, hari muliamu akan tiba sedangkan aku masih dalam ketak berdayaan. Berilah aku kekuatan Mu..agar kurengkuh bulan muliamu dengan kesehajaan jiwaku.

Ya rob.....andai aku bisa mendengar semua bisikan, mungkin aku dapat mendengarkan semua seruan seluruh isi alam yang mengagungkan, akan kemuliaan hari Ramadhan ini. Aku tampak kecil dan semakin kerdil ketika aku membayangkan betapa sedikitnya amalan yang aku bawa pada hari yang mulia ini. Tetes tetes air mata mulai kutumpahkan berharap akan dapat kemuliaan walaupun hanya sebesar butiran debu.

Ya rob......................ku!! biarlah aku sama dengan orang yang mulia dimatamu, izinkan aku menyambut bulan sucimu walau hanya dengan sedikit bekal dalam kolbo.
Label: , |
Simson Ade Suseno

Aku tak menyesal dengan tertumpahnya air mata ini, tapi yang ku sesalkan hanyalah perilakumu yang dengan mudahnya melupakan keberadaanku. Kini aku menjadi semakin tersingkir karena tak ada keperdulianmu. Jerami di sawah pun mulai mengering terkena panas mentari, begitu pula air mata ini semakin mengering karenena banyaknya luka yang kau goreskan.

Benih hatiku tak seindah benih padi dimusim tanam, hatiku sudah teramat gersang. Walaupun musim semi mulai berjalan menumbuhkan putik2 dedaunan baru dan menyempurnakah kuncup bunga menjadi buah. Tapi tak seiring dengan gersangnya sungai dalam relung hatiku yang tak mungkin terisi oleh butiran butiran kasih sayang.

Ya.........aku menyadari karena teramat seringnya ku tupahkan air mata ini sehingga mengeringkan sungai sungai dalam diriku. Darahku pun terasa membeku tak ada lagi perasaan indah dalam hidupku. Kemana nak ku tautkan hati, nak kemana pula kan ku basahkan jiwa ini.
Label: , , |
Simson Ade Suseno

Sobat jangan kau kenang aku dan jangan sekalipun namaku kau simpan dalam lembaran memori kehidupanmu. Jikapun aku pernah ada di kehidupan mu tolong buanglah aku. Aku tak pantas menjadi temanmu karena kekuranganku hanya akan menjadi beban dalam kehidupanmu. Biarlah aku melangkah sendiri seperti anai-anai yang tersapu deburan ombak pantai.

Anggaplah kehadiranku seperti sampah, yang hanya menimbulkan bau yang tak sedap. Yang sewaktu waktu dapat menyebabkan sesak dan mematikan. Aku tak layak menjadi teman dalam perjalanan, karenanya aku bisa menyesatkan. Ya aku memang tampak indah dan mempesona kiraku, Tapi sebenarnya aku ini racun yang mematikan. Yang lambat laun dapat melumpuhkan syaraf-syarafmu dan melimbungkan akalmu.

Aku layak di kucilkan karena aku memang berasal dari masyarakat yang kerdil. Pemikiranku memang kolot seprti layaknya di riku yang mulai kempot. Ya semuanya layak menggunjingkan aku, biarlah semuanya menjadi pelipur kebodohanku.

Ya karena memang ku merasa perjalanan ini sudah tak panjang, telah kuihlaskan semuanya agar berjalan seiring perubahan zaman. Aku memang hanya pantas hidup di jaman purba, karena aku tak berbudaya. Biarlah aku yang merana mengarungi sebuah bahtera.
Label: |
Simson Ade Suseno
Tangan, mata, & mulut berlumuran dosa!! ini yang selalu kurasakan. Tipisnya iman pun menjadi pelengkap kebodohan ku, dalam mengarungi kehidupan. Terkadang hati menjadi sangsi kemana langkah nak pergi, kaki ingin sekali berlari tapi hati masih tak dapat mengerti. Aku berjalan dalam malam mencoba untuk menerawang andai aku bisa kebulan dan membuat sebuah lubang mungkin akan kulakukan. Dan kubenamkan semoa kebodohan padanya dan kuharapkan pancaran bulan penuh dengan ke indahan memnyinari setiap sendi2 nadirku biarlah dingin semua relung jiwa yang penuh dosa agar semuanya membeku dalam pancarannya.

Ya aku berharap akan datang jatuhnya bintang dan mulaiku melantunkan sebuah harapan, itu lah filsafah penuh kebodohan melantunkan harapan pada bintang yang jatuh..emmm. Sa't sepi mulai terasa kembali ketika malam semakin menyeruak hanya terdengar suara jangkrik malam. Terasa mencekam kesunyian dalam kesendirian, mulai menggigil terasa diri ketika membayangkan kesendirian dalam kubur. Terhimpit raga tak ada suara hanya gelap yang terasa tak banyak pula yang kubawa amal untuk menjadi teman dalam keterangan. Oh.............mulai kurasakan bisikan2 iblis ketika dia mulai membisikan pada jiwaku, janganlah takut kau dalam kuburmu jika kau ingin terang bawalah lentera duniamu yang gemerlah saat kau dalam diskotik biarlah semuanya bergoyang, jika kau ingin teman bawalah kupu2 malammu rengkuhlah dia dalam kuburmu agar kau merasa kehangatan dalam kesendirian.Gila mulai kurasa saat kubiarkan semuanya terus berjalan, aku mulai lunglai kusandarkan diriku dalam sebuah pohon kurebahkan diri.

Dan kubenamkan jiwaku kembali dalam khayal, aku semakin takut dan menggigil ketika bisikan2 itu mulai muncul kembali. Aku semakin ngeri ku cari tempat berlindung dan bersembunyi tapi bisikan itu semakin jelas. Menggidik bulu romaku seperti saat ku tulis kalimatku, aku pun berlari menjauh untuk pergi mencari tempat yang tinggi berharap untuk tak dapat direngkuhnya kembali.

Ya semakin ku berlari suara itupun semakin jelas kudengar, aku bingung dalam ketakutan. Aku tersungkur dalam pelarian detak jantung terasa merhenti ketika langkah mulai terasa semakin mendekat. Ku tak berani memandang, kubenamkan jiwa dalam2. Kupejamkan mata dalam2 berharap tak akan melihat sebuah kenyataan. Tapi ketika jiwa mulai terasa dingin menggigil kurasakan hangat sebuah sentuhan menarik jiwaku melepas ketakutan terdengar bisikan bukalah matamu hadapi kenyataan. Perlahan mata mulai kubuka kuliat sedikit demi sedikit putih tampak cahanya mulai menyeruak dalam pelupuk mata. Semakin jelas kulihat dan semakin jelas kurasakan sebuah keindahan ketika dalam kesadaran mulai di ajarkan dan di perdengarkan padaku tentang Ayat2 suci Al-Qur'an.
Label: , , |
Simson Ade Suseno
Ku ingin selalu memejamkan mata, biar ku dapat melihat jelas dirimu dalam sepi. Aku tak mampu membeliakkan mata untuk memandang kepergianmu. Walaupun mata terpejam tapi masih terasa hangat air mata menetes membasahi pipi seiring kau lepaskan jiwa ini dengan kegalauan. Ya aku ingin bangun dari mimpi ku tapi aku tak sanggup!! aku takut dengan kenyataan harus melihat dan berjalan dalam kesendirian. Biarlah kau tetap ada dalam pejaman mataku agar menjadi teman pelepas lelah dan kesendirian dalam tafakurku.
Label: , |
Simson Ade Suseno
“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada
kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,“

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh
menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam. (sesuai dengan kepribadian para sahabat Abu Bakar yg lembut hatinya, Umar yg kuat dan pemberani, ustman yg tabah,Ali yg cerdas…)

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan
kita semua” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap
menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu,
seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu,
kalau bisa.

Detik detik menjelang kedatangan Malaikatul Maut

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan
salam.

“Assalaamu’alaikum… .Bolehkah saya masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang
demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.

“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur
Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah.

Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak Sanggup melihat Rasulullah dicabut nyawanya)

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah
dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh
kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril
lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”

“Jangan Khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya’” kata Jibril. (subhanallah Beliau mencemaskan kita semua..amien)

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh
Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakit Sakaratul Maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu wahai Jibril?”
Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak
tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan kepada umatku”. (Beliau Begitu Memikirkan
umatnya, Seharusnya bisa Saja Rasulullah Meminta untuk dihilangkan Rasa
sakitnya karena doa Beliau sungguh didengarkan oleh-Nya. Tetapi Beliau
lebih Mengkhawatirkan Umatnya)

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu”

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“umatku, umatku, umatku”

dan……..

PUPUSLAH KEMBANG HIDUP MANUSIA MULIA ITU………

“Wahai Jiwa Yang Tenang
Kembalilah Kepada Tuhanmu
Dengan Hati Yang Puas Lagi Diridhai-Nya
Maka Masuklah Ke Dalam Jamaah Hamba-Hamba- Ku
Dan Masuklah Ke Dalam Jannah-Ku”

Kutipan :
http://www.facebook.com/sim.a.s2?success=1#!/notes/yani-alma-sugandi/menjelang-wafatnya-rasulullah-saw/440706870855
Label: , , |
Simson Ade Suseno
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bolehkah seseorang berdo'a di
tengah shalat wajib, misalnya setelah melakukan beberapa rukun seperti ketika
sujud seusai membaca Subhanallah lalu berdo'a Allahummaghfirli warhamni (Ya
Allah ampunilah aku dan rahmatillah aku) atau do'a yang lain ? Saya berharap
mendapatkan nasihat yang bermanfaat.

Jawaban
Disyariatkan bagi seorang mukmin untuk berdo'a ketika shalatnya di saat yang
disunnahkan untuk berdo'a, baik ketika shalat fardhu maupun shalat sunnah.
Adapun saat berdo'a katika shalat adalah tatkala sujud, duduk di antara dua
sujud dan akhir salat setelah tasyahud dan shalawat atas Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam sebelum salam. Sebagaimana telah disebutkan dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bahwa beliau berdo'a ketika duduk di antara dua sujud untuk
memohon ampunan. Telah diriwayatkan pula bahwa beliau berdo'a ketika duduk di
antara dua sujud

"Allahummagfirlii, warhamnii, wahdinii, wajburnii, warjuqnii, wa'aafinii"

"Artinya : Ya Allah ampunilah aku, rahmatillah aku, berilah hidayah kepadaku,
cukupilah aku, berilah rezeki kepadaku dan maafkanlah aku"

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda.

"Artinya : Adapun rukuk maka agungkanlah Rabb-mu, sedangkan ketika sujud
bersungguh-sungguhlah dalam berdo'a, niscaya segera dikabulkan untuk
kalian"[Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya]

Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Jarak paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika
sujud, maka perbanyaklah doa (ketika itu)"

Di dalam Ash-Shahihian dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu bahwa Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam ketika mengajarkan tasyahud kepadanya berkata :

"Kemudian hendaknya seseorang memilih permintaan yang dia kehendaki"

Dalam lafazh yang lain.

"Kemudian pilihlah do'a yang paling disukai lalu berdo'a"

Hadits-hadits yang semakna dengan ini banyak. Hal ini menunjukkan
disyariatkannya berdo'a dalam kondisi-kondisi tersebut dengan do'a yang disukai
oleh seorang muslim, baik yang berhubungan dengan akhirat maupun yang berkaitan
dengan kemaslahatan duniawiyah. Dengan syarat dalam do'anya tidak ada unsur dosa
dan memutuskan silaturahim. Namun yang paling utama adalah memperbanyak do'a
dengan do'a yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz,
Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul
Aziz, Penerbit At-Tibyan Solo]
Label: , |
Simson Ade Suseno
Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih


Mengangkat tangan dalam berdoa merupakan etika yang paling agung dan memiliki
keutamaan mulia serta penyebab terkabulnya doa.

Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya Rabb kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu dari
hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya (meminta-Nya) dikembalikan dalam
keadaan kosong tidak mendapat apa-apa". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Doa
2/78 No.1488, Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/68. Musnad Ahmad 5/438. Dishahihkan
Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa lafazh hayyun berasal dari lafazh haya'
yang bermakna malu. Allah memiliki sifat malu yang sesuai dengan keagungan
dzat-Nya kita beriman tanpa menggambarkan sifat tersebut. Lafazh kariim yang
berarti Maha Memberi tanpa diminta dan dihitung atau Maha Pemurah lagi Maha
Memberi yang tidak pernah habis pemberian-Nya, Dia dzat yang Maha Pemurah secara
mutlaq. Lafazh an yarudahuma shifron artinya kosong tanpa ada sesuatu. [Mur'atul
Mafatih 7/363]

Dari Anas Radhiyalahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak berdoa dengan mengangkat tangan kecuali dalam shalat Istisqa.
[Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa' 2/12. Shahih Muslim, kitab Istisqa' 3/24].

Imam Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa hadits tersebut tidak menafikan berdoa
dengan mengangkat tangan akan tetapi menafikan sifat dan cara tertentu dalam
mengangkat tangan pada saat berdoa, artinya mengangkat tangan dalam doa istisqa'
memiliki cara tersendiri mungkin dengan cara mengangkat tangan tinggi-tinggi
tidak seperti pada saat doa-doa yang lain yang hanya mengangkat kedua tangan
sejajar dengan wajah saja.

Berdoa dengan mengangkat tangan hingga sejajar dengan kedua pundak tidaklah
bertentangan dengan hadits di atas sebab beliau pernah berdoa mengangkat tangan
hingga kelihatan putih ketiaknya, maka boleh mengangkat tangan dalam berdoa
hingga kelihatan ketiaknya, akan tetapi di dalam shalat istisqa dianjurkan lebih
dari itu atau mungkin pada shalat istisqa kedua telapak tangan diarahkan ke bumi
dan dalam doa selainnya kedua telapak tangan diarahkan ke atas langit.

Imam Al-Mundziri mengatakan bahwa jika seandainya tidak mungkin menyatukan
hadits-hadits diatas, maka pendapat yang menyatakan berdoa dengan mengangkat
tangan lebih mendekati kebenaran sebab banyak sekali hadits-hadits yang
menetapkan mengangkat tangan dalam berdoa, seperti yang telah disebut Imam
Al-Mundziri dan Imam An-Nawawi dalam Syarah Muhadzdzab dan Imam Al-Bukhari dalam
kitab Adabul Mufrad. Adapun hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari 'Amarah
bin Ruwaibah bahwa dia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangan dalam berdoa,
lalu mengingkarinya kemudian berkata : "Saya melihat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak lebih dari ini sambil mengisyaratkan jari telunjuknya.
Imam At-Thabari meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa disunnahkan berdoa dengan
mengisyaratkan jari telunjuk. Akan tetapi hadits di atas terjadi pada saat
khutbah Jum'at dan bukan berarti hadits tersebut menafikan hadits-hadits yang
menganjurkan mengangkat tangan dalam berdoa. [Fathul Bari 11/146-147].

Akan tetapi dalam masalah ini terjadi kekeliruan, sebagian orang ada yang
berlebihan dan tidak pernah sama sekali mau meninggalkan mengangkat tangan, dan
sebagian yang lainnya tidak pernah sama sekali mengangkat tangan kecuali
waktu-waktu khusus saja, serta sebagian yang lain di antara keduanya, artinya
mengangkat tangan pada waktu berdoa yang memang dianjurkan dan tidak mengangkat
tangan pada waktu berdoa yang tidak ada anjurannya. Imam Al-'Izz bin Abdussalam
berkata bahwa tidak dianjurkan mengangkat tangan pada waktu membaca doa iftitah
atau doa diantara dua sujud. Tidak ada satu haditspun yang shahih yang
membenarkan pendapat tersebut.

Begitupula tidak disunahkan mengangkat tangan tatkala membaca doa tasyahud dan
tidak dianjurkan berdoa mengangkat tangan kecuali waktu-waktu yang dianjurkan
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengangkat tangan. [Fatawa
Al-Izz bin Abdussalam hal. 47].

Syaikh Bin Bazz berkata bahwa dianjurkan berdoa mengangkat tangan karena
demikian itu menjadi penyebab terkabulnya doa, berdasarkan hadits Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesungguhnya Tuhan kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu kepada
hamba-Nya yang mengankat kedua tangannya (meminta-Nya), Dia kembalikan dalam
keadaan kosong tidak mendapat apa-apa". [Hadits Riwayat Abu Dawud].

Dan sanda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesungguhnya Allah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik dan
sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti
memerintahkan kepada para rasul, Allah berfirman.

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya
kepada-Nya kamu menyembah". [Al-Baqarah : 172].

Dan firman Allah : "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan". [Al-Mukminuun : 51]

Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang lusuh mengangkat kedua tangannya ke
arah langit berdoa : 'Ya Rabi, ya Rabbi tetapi makanannya haram, minumannya
haram dan pakaiannya haram serta darah dagingnya tumbuh dari yang haram,
bagaimana doanya bisa dikabulkan .?" [Shahih Muslim, kitab Zakat 3/85-86]

Tidak dianjurkan berdoa mengangkat tangan bila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak mengangkat kedua tangannya pada waktu berdoa seperti berdoa pada
waktu sehabis salam dari shalat, membaca doa di antara dua sujud dan membaca doa
sebelum salam dari shalat serta pada waktu berdoa dalam khutbah Jum'at dan Idul
fitri, tidak pernah ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengangkat tangan pada waktu waktu tersebut.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah panutan kita dalam segala hal,
apa yang ditinggalkan dan apa yang dilaksanakan semuanya suatu yang terbaik buat
umatnya, akan tetapi jika dalam khutbah Jum'at khatib membaca doa istisqa', maka
dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Rasulullah Shallallah 'alaihi wa sallam. [Shahih Al-Bukhari, bab Istisqa', bab
Jamaah Mengangkat Tangan Bersama Imam 2/21].

Dianjurkan mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat sunnah tetapi lebih
baik jangan rutin melakukannya karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak rutin melakukan perbuatan tersebut dan seandainya demikian, maka pasti
kita menemukan riwayat dari beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terlebih para
sahabat selalu menyampaikan segala tindakan dan ucapan beliau baik dalam keadaan
mukim atau safar.

Adapun hadits yang berbunyi :

"Artinya : Shalat adalah ibadah yang membutuhkan khusyu' dan berserah diri, maka
angkatlah kedua tanganmu dan ucapkanlah : Ya Rabbi, ya Rabbi". [Hadits Dhaif,
Fatawa Muhimmmah hal. 47-49].

Dan tidak dianjurkan mengangkat tangan dalam membaca doa thawaf sebab Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam berkali-kali melakukan thawaf tidak ada satu
riwayatpun yang menjelaskan bahwa beliau berdoa mengangkat tangan pada saat
thawaf.

Sesuatu yang terbaik adalah mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dan sesuatu yang terburuk adalah mengikuti perbuatan bid'ah.

Cara Mengangkat Tangan Dalam Berdoa.

Ibnu Abbas berpendapat bahwa cara mengangkat tangan dalam berdoa adalah kedua
tangan diangkat hingga sejajar dengan kedua pundak, dan beristighfar berisyarat
dengan satu jari, adapun ibtihal (istighasah) dengan mengangkat kedua tangan
tinggi-tinggi. [Sunan Abu Daud, bab Witir, bab Doa 2/79 No. 14950. Dishahihkan
oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud].

Imam Al-Qasim bin Muhammad berkata bahwa saya melihat Ibnu Umar berdoa di
Al-Qashi dengan mengangkat tangannya hingga sejajar dengan kedua pundaknya dan
kedua telapak tangannya dihadapkan ke arah wajahnya. [Dishahihkan oleh Ibnu
Hajar dalam Fathul Bari 11/147. Dinisbatkan kepada AL-Bukhari dalam kitab Adabul
Mufrad tetapi tidak ada].

Ketahuilah Bahwa Doa Istisqa' Memiliki Dua Cara

Pertama.
Mengangkat kedua tangan dan mengarahkan kedua telapak tangan ke wajah,
berdasarkan dari Umair Maula Abi Al-Lahm bahwa dia melihat Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam berdoa istisqa di Ahjari Zait dekat dengan Zaura' sambil
berdiri mengangkat kedua telapak tangannya tidak melebihi di atas kepalanya dan
mengarahkan kedua telapak tangan ke arah wajahnya. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat
bab Raf'ul Yadain fil Istisqa' 1/303 No. 1168. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Shahih Sunan Abu Daud 1/226 No. 1035].

Kedua
Mengangkat tagan tinggi-tinggi dan mengarahkan luar telapak tangan ke arah
langit dan dalam telapak tangan ke arah bumi. Dari Anas bahwa beliau melihat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa saat istisqa dengan mengangkat
tangan tinggi-tinggi dan mengarahkan telapak tangan sebelah dalam ke arah bumi
hingga terlihat putih ketiaknya. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Raf'ul Yadain
fil Istisqa' 1/303 No. 1168. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu
Daud 1/226 No. 1035].


[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam
Berdoa oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 61-69 terbitan Darul
Haq, penerjemah Zaenal Abidin Lc]
|
Simson Ade Suseno
Cowok kok nangis? Malu, dong… Ah siapa bilang? Sst… kalau kamu mau tahu apa saja yang bisa membuat lelaki itu menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa, bacalah artikel ini sampai selesai. (Berhubung saya cowok!,jadi saya akan berbagi informasi)

Nah… inilah hal yang membuat pria meneteskan air mata, atau setidaknya membuat hatinya tersayat, teriris, terluka-pedih….
Sosok pria sebagai seorang ayah, ia akan menangis, berduka, terluka, sedih, atau kecewa jika:
  • Ada pria lain, selain dirinya, di hati istri yang amat dicintainya.
  • Ia ditinggalkan sendirian oleh anak dan istrinya.
  • Ia tidak pernah dianggap ada oleh keluarganya.
  • Kedatangannya disambut dengan omelan, berbagai macam pertanyaan penuh kecurigaan, atau muka masam dari istri dan/atau anak-anaknya. Sepantasnya seorang istri menyambut suami dengan sapaan nan lembut, senyuman yang mesra, dengan pakaian yang memesona.
  • Istrinya diketahui selingkuh atau “ada main” dengan pria lain.
  • Ia tidak mampu memberikan uang jajan untuk putra/i yang dicintainya.
  • Ia tidak mampu memberikan atau membelikan yang terbaik untuk istri dan anak-anaknya.
  • Ia masih tergantung dengan orang tuanya, terutama dalam segi materi.
  • Ia teringat dengan masa lalunya yang begitu menyenangkan, dan sekarang ia merasa begitu menderita.
  • Jika masa lalunya begitu kelabu, ia akan menyesalinya mengapa ia seperti itu, sehingga… kini ia berjanji untuk bertaubat agar lembaran kehidupan menjadi putih berseri.
  • Ia dimasukkan oleh anak-anaknya ke panti jompo setelah ia tidak lagi mampu berbuat apa-apa.
  • Ia dibantah anak-anaknya dengan cara yang begitu kasar.
  • Anak-anaknya yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang membencinya ketika mereka (beranjak) dewasa.
  • Anak-anaknya menjadi pembangkang, nakal, bandel, sulit diatur. Intinya adalah anak-anaknya menjadi orang yang kurang/tidak cerdas baik dari segi IQ (intelektual), EQ (emosional), SQ (spiritual), maupun AQ (adversity quotient).
  • Anak-anaknya hanya mau hartanya saat ia ada, bahkan sampai berebut warisannya setelah ia tiada.
Label: , |
Simson Ade Suseno
Aku ingin belajar menjadi sempurna dalam iman biar ku kelak di pertemukan dengan jodohku yang beriman pula. Aku ingin menemukan penyejuk sukma ini ketika Robku telah menetapkan. Biarlah keihlasan yang membimbing hati ini kepada lembayung peneduh jiwa. Aku ingin berteman hidup dalam sahdunya ketaqwaan, biarlah bunga ilalang bertebangan terterpa angin senja. Menceritakan tentang kisah setiap insan.

Aku takingin berprasangka kehadiratnya, aku takut menjadi hamba-yang tak pandai bersyukur. Biarlah kelak kisahku tersebar bersama berseminya ilalang ilalang di musim semi. Menggilas hati yang di rundung nestapa mengharap akan kehaidiran penyejuk jiwa.

Jangan biarkan mimpi ini menjadi nyata ketika hati tak dapat setia. aku takut kan menjadi luka bagi semenanjung jiwa. Kulihat senyum yang begitu lembut menyejukkan hati. Kulihat tatap mata yang begitu tulus, katanya, sapanya sungguh menyejukkan. Tapi ku takut tuk mengatakan, aku ingin menulis namanya dalam hati tapi ku takut. Biarlah semu akan berlalu seiring dengan waktu, akan ku tuliskan kisahku di lembaran baru. Meski tak seindah kisah yang lalu.
Label: , |
Simson Ade Suseno
Yarob jangan biarkan aku salah mengartikan kebaikan, jangan pula biarkan aku tak membaca kebaikan.Tuntunlah aku kepada kebaikanya dan satukanlah aku dalam jalinannya. Biarlah kami merajut keindahan dalam setiap senyumannya, kan ku jadikan setiap senyumannya penyejuk jiwa yang galau. Ya rob izinkan ku menatap lekat senyumnya, tapi jagalah aku dari tatapan lekatku. Biarku tak tak terejam oleh nafsu, dia belum menjadi milikku. Tapi begitu sempurna nasihat yang dia berikan ketika aku berkeluh kesah padanya. Dia begitu indah setiap tutur katanya meluluhkan setiap rasa galau dalam jiwa. Tapi mengapa terkadang ku membuat luka hatinya.

Sakit terasa hati hancur terbakar ketika lama ku tak menemukannya. Belajar ku mengenal tabiat budinya menghalus dalam kebaikannya. Mencoba mencari dan meniti dalam penitian jembatan kehidupannya.

Ya rob berilah petunjuk pada hambamu yang lemah ini tentang kebersamaan dalam iman. Aku ingin menjempuntnya dalam naungan ridhoMu, dan ku bawa dalam ilhamMU. Tapikapan semua akan bergulir menuju sunah. Ketika raguku mulai membuncak ketika takut tentang hakikat keluarha. Karena lemahku dalam nafkah, ya rob bukanku takut akan rezekiMu dan bukan pula ku kufur akan nikmatMu. Tapi karena lemahku, aku masih sangsi. Ya Rob tak bersyukurkah aku ketika mencoba mencari yang lebih baik. Ya rob berilah ku kekuatan tukmembaca semua kebaikan agar ku tak salah menafsirkan. Amin
Label: |
Simson Ade Suseno
Kisah ku di hari ini mudah2han menjadi pertanda baik untuk kedepan. Sebuah rencana yg tertunda semoga menjadi pertanda baik bagi keluarga. Aku mencoba menata hari kembali dengan sekeranjang bait keyakinan bahwa hari esok akan menjadi hari bersejarah setiap insan. Kutuliskan namaku di batu cadas yang berkapur mengharapkan untuk abadi.

Tapi ku yakin itu tak mungkin, sejenak ku menengadah mengharap akan datngnya hujan membasahi hati yang sedang gersang. Aku termenung di sudut jalan persimpangan mengharapkan akan jalan yang lurus membentang. Tak ku temukan sebait kata tentang penyesalan. Ku pejamkan mata, dan tanpa sadar tanganku mulai merepas dada yang semakin terasa sakit.

Nafasku pun tersengal2 ketika sakit itu kian menyiksa. tubuhku gemetar seluruh nadi mulai terhenti ketika raga mulai mengiris untuk pergi. Akupun mulai berselubung rasa ketakutan gelap tatap terasa hati mulai bergejolak ngeri siksa. Aku terheyak bergemuruh jantung berdetak kencang ketika sentuhan itu membangunkan mimpiku di tengah jalan.
Label: |
Simson Ade Suseno
Cinta itu laksana pohon di dalam hati. Akarnya adalah ketundukan kepada kekasih yang dicintai, dahannya adalah mengetahuinya, rantingnya adalah ketakutan kepadanya, daun-daunnya adalah malu kepadanya, buahnnya adalah ketaatan kepadanya dan air yang menghidupinya adalah menyebut namanya. Jika di dalam cinta ada satu bahagian yang kosong berarti cinta itu berkurang. Apabila Allah s.w.t. cinta kepada kita maka seluruh makhluk di langit dan di bumi akan mencintainya bertepatan dengan hadith dari Abu Hurairah bahawa Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda yang bermaksud: “Jika Allah s.w.t. mencintai seseorang hamba, maka Jibril berseru, “Sesungguhnya Allah s.w.t. mencintai Fulan, maka cintailah dia!” Maka para penghuni langit mencintainya, kemudian dijadikan orang-orang yang menyambutnya di muka bumi.” [Riwayat Bukhari dan Muslim] Dalam Sunan Abu Daud dari hadith Abu Dzar r.a., dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Amal yang paling utama ialah mencintai kerana Allah s.w.t. dan membenci kerana Allah s.w.t.” Imam Ahmad berkata: “Kami diberitahu oleh Isma’il bin Yunus, dari Al-Hassan r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Demi Allah, Allah s.w.t. tidak akan mengazab kekasih-Nya, tetapi Dia telah mengujinya di dunia.” Bagaimanakah yang dikatakan hakikat cinta itu? Banyak mengingati pada yang dicintai, membicarakan dan menyebut namanya. Apabila seseorang itu mencintai sesuatu atau seseorang, maka sudah tentu beliau kan sentiasa mengingatinya di hati atau menyebutnya dengan lidah. Oleh yang demikian, Allah s.w.t. memerintahkan hamba-hamba-Nya sgsr mengingati-Nya dalam apa keadaan sekalipun sebagaiman yang difirmankan oleh Allah s.w.t.: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan sesuatu pasukan (musuh) maka hendaklah kamu tetap teguh menghadapinya, dan sebutlah serta ingatilah Allah (dengan doa) banyak-banyak, supaya kamu berjaya (mencapai kemenangan).” [Al-Anfaal:45] Tunduk pada perintah orang yang dicintainya dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri. Dalam hal ini, orang yang mencintai itu ada tiga macam: 1. Orang yang mempunyai keinginan tertentu dari orang yang dicintainya. 2. Orang yang berkeinginan terhadap orang yang dicintainya. 3. Orang yang berkeinginan seperti keinginan orang yang dicintainya. Inilah yang merupakan tingkatan zuhud yang paling tinggi kerana dia mampu menghindari setiap keinginan yang bertentangan dengan orang yang dicintainya. Firman Allah s.w.t.: “Katakanlah (Wahai Muhammad): “Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu. dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” [A’li Imran:31] Daripada Abu Hurairah r.a. berkata: Rasul s.a.w. bersabda: “Akan timbul di akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka menunjukkan kepada orang-orang lain pakaian yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud daripada dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan percakapan mereka lebih manis daripada gula. Pada hal hati mereka adalah hati serigala (mempunyai tujuan-tujuan yang jahat). Allah s.w.t. berfirman kepada mereka: Apakah kamu tertipu dengan kelembutanKu? Apakah kamu terlampau berani berbohong kepadaKu? Demi KebesaranKu, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri sehingga orang ‘alim (cendikiawan) pun akan menjadi bingung (dengan sebab tekanan fitnah itu)” [Riwayat At-Tirmidzi] Ibnu Abbas berkata: Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak meredhai kemungkaran yang berlaku di tengah-tengah mereka. Apabila mereka mengakui kemungkaran itu, maka azab Allah akan menimpa mereka semua, baik yang melakukannya mahupun orang-orang yang baik. Umar Ibn Abdul Aziz berkata: Bahawa sesungguhnya Allah tidak mengazab orang ramai dengan sebab perbuatan yang dilakukan oleh orang-oeang perseorangan. Tetapi kalau maksiat dilakukan terang-terangan sedangkan mereka (orang ramai) tidak mengingatkan, maka keseluruhan kaum itu berhak mendapat seksa. “Sesungguhnya Allah telah memfardhukan pelbagai perkara wajib, maka janganlah kamu mengabaikannya, dan telah menetapkan had bagi beberapa keharusan, maka janganlah kamu melewatinya, dan juga telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kamu mencerobihinya, dan juga telah mendiamkan hukum bagi sesuatu perkara, sebagai rahmat kemudahan buat kamu dan bukan kerana terlupa, maka janganlah kamu menyusahkan dirimu dengan mencari hukumannya”( Riwayat Ad-Dar Qutni, ; Ad-Dar Qutni : Sohih, An-Nawawi : Hasan ) Mencintai tempat dan rumah sang kekasih. Di sinilah letaknya rahsia seseorang yang menggantungkan hatinya untuk sentiasa rindu dan cinta kepada Ka’abah dan Baitulahhilharam serta masjid-masjid sehinggakan dia rela berkorban harta dan meninggalkan orang tersayang serta kampung halamannya demi untuk meneruskan perjalanan menuju ke tempat yang paling dicintainya. Perjalanan yang berat pun akan terasa ringan dan menyenangkan. Bukannya seperti kebanyakan daripada manusia zaman ini yang lebih cintakan harta benda daripada apa yang sepatutnya mereka cintai. Daripada Tsauban r.a berkata: Rasul s.a.w. bersabda: “Hampir tiba suatu masa dimana bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan datang mengerumuni kamu bagaikan orang-orang yang hendak makan mengerumuni talam hidangan mereka. Maka salah seorang sahabat bertanya: Apakah dari kerana kami sedikit pada hari itu? Nabi s.a.w. menjawab: Bahkan kamu pada hari itu banyak sekali, tetapi kamu umpama nuih di waktu banjir, dan Allah akan mencabut rasa gerund terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan mencampakkan ke dalam hati kamu penyakit “wahan”. Seorang sahabat bertanya: Apakah “wahan” itu hai Rasul s.a.w? Nabi s.a.w. menjawab: Cinta dunia dan takut mati” [Riwayat Abu Daud] Mencintai apa yang dicintai sang kekasih. Dengan mematuhi segala perintah Allah s.w.t. serta mengamalkan sunnah Rasulullah s.a.w. “Wahai orang-orang yang beriman! masuklah kamu ke dalam agama Islam (dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah syaitan; Sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata” [Al-Baqarah:208] Berkorban untuk mendapatkan keredhaan sang kekasih Keimanan seseorang muslim itu akan lengkap sekiranya dia mencintai Rasulullah s.a.w. dengan hakikat cinta yang sebenar. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak beriman seorang daripada kalian sehingga aku menjadi orang yang lebih dicintainya daripada (cintanya kepada) anak dan bapanya serta sekelian manusia” [Riwayat Asy-Syaikhany, An-Nasaai, Ibnu Majah dan Ahmad] Barangsiapa yang lebih mementingkan orang yang dicintai, maka beliau sanggup berkorban nyawa sekalipun demi untuk membuktikan kecintaannya itu kepada sang kekasih yang dicintainya. Oleh yang demikian, kedudukan iman seseorang masih belum dianggap mantap kecuali menjadikan Rasulullah s.a.w. sebagai orang yang paling mereka cintai, lebih besar dari cinta kepada diri mereka sendiri apalagi cinta kepada anak dan seterusnya keluarga dan harta benda. Firman Allah s.w.t.: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri[1200] dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik[1201] kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)” [1200] Maksudnya: orang-orang mukmin itu mencintai nabi mereka lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan. [1201] yang dimaksud dengan berbuat baik disini ialah berwasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta. [Al-Ahzab:6] Cemburu kepada yang dicintai. Orang yang mencintai Allah s.w.t. dan Rasul-Nya sentiasa cemburu hatinya apabila hak-hak Allah s.w.t. dan Rasul-Nya dilanggar dan diabaikan. Dari kecemburuan inilah timbulnya pelaksanaan amal makruf dan nahi mungkar. Oleh kerana itulah, Allah s.w.t. menjadikan jihad sebagai tanda cinta kepada-Nya. Firman Allah s.w.t.: ”Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui” [Al-Maaidah:54] Menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan orang yang dicintai dan membuatnya marah. ”Hai nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara” [Al-Ahzab:1-3] ”Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)” [106] yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah. [Al-Baqarah:165] “Sesudah itu, patutkah mereka berkehendak lagi kepada hukum-hukum jahiliyah? padahal – kepada orang-orang yang penuh keyakinan – tidak ada sesiapa yang boleh membuat hukum yang lebih pada daripada Allah” [Al-Maaidah:50] “Dan janganlah kamu makan (atau mengambil) harta (orang-orang lain) di antara kamu dengan jalan yang salah, dan jangan pula kamu menghulurkan harta kamu (memberi rasuah) kepada hakim-hakim kerana hendak memakan (atau mengambil) sebahagian dari harta manusia dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (salahnya)” [Al-Baqarah:188] Daripada Abu Hurairah r.a. katanya: aku mendengar Rasul s.a.w. bersabda: “Umatku akan ditimpa penyakit-penyakit yang pernah menimpa umat-umat terdahulu. Sahabat bertanya: Apakah penyakit-penyakit umat-umat terdahulu itu? Nabi s.a.w. menjawab: Penyakit-penyakit itu ialah (1) terlalu banyak seronok (2) terlalu mewah (3) menghimpun harta sebanyak mungkin (4) tipu menipu dalam merebut harta benda dunia (5) saling memarahi (6) hasut-menghasut sehingga jadi zalim menzalimi” [Riwayat Al-Hakim]
[Dipetik dari buku Cinta dan Rindu oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah / Al-Hikam oleh Syeikh Ibn Ata'illah Al-Sakandari]
http://bidadari08.wordpress.com/2009/02/14/hakikat-cinta-menurut-islam/
Label: , |
Simson Ade Suseno
Ditulis oleh abukautsar di/pada 16 Desember 2009

Pertanyaan:

Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan hari besar keagamaan mereka ? (Misal : Merry Christmas, Selamat hari Natal dan Tahun Baru dst, red) Dan bagaimana kita menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal kepada kita. Dan apakah dibolehkan pergi ke tempat-tempat dimana mereka merayakannya. Dan apakah seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud apapun? Akan tetapi ia melakukannya hanya karena menampakkan sikap tenggang rasa, atau karena malu atau karena terjepit dalam situasi yang canggung, ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah dibolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?

Jawaban oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah:

Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijma’. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam bukunya ”Ahkamu Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata: “Bahwa mengucapkan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah Haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata, “Selamat Hari rraya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya.

Maka dalam hal ini, jika orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh ke dalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk ke dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat dia mengucapkan selamat atas sujudnya mereka pada salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka dosanya lebih besar di sisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka karena meminum alkohol dan membunuh seseorang, berzina dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini. Dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan dosa, atau bid’ah, atau kekafiran, berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan ALLAH.” –Akhir dari perkataan Syaikh (Ibnul Qoyyim rahimahullah)–

(Syaikh Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qoyyim adalah karena di dalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka, dan menunjukkan ridha dengannya.

Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak ridha dengan kekafiran, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena ALLAH Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana ALLAH Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلاَ يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
Artinya : “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” [QS Az Zumar 39: 7].

Dan dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [QS Al Maaidah: 3]

Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai ALLAH, karena hal itu merupakan salah satu yang diada-adakan (bid’ah) di dalam agama mereka, atau hal itu ada syari’atnya tapi telah dihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diutus dengannya untuk semua makhluk. ALLAH berfirman tentang Islam :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [QS Aali 'Imran: 85]

Dan bagi seorang Muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya Hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada hanya sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang Muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, atau bertukar hadiah, atau membagi-bagikan permen atau makanan, atau libur dari bekerja, atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqiim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebatilan yang ada pada mereka bisa jadi hal itu sangat menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/merendahkan orang-orang yang berfikiran lemah”. –Akhir dari perkataan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
——————————————————
(Diterjemahkan dari artikel syaikh Muhammad Ibn Sholih al Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa Fadlilah asy Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin, III/44-46 No.403, yang diposting di http://www.sahab.net/sahab/showthread.php?%20%20s=35fa99f9d789184f931aaa011cacb771&threadid=316084, oleh al Ustadz Abu Hamzah Yusuf, Bandung tgl 24 Desember 2004)
Label: , |
Simson Ade Suseno
Artikel Quran :

Ayat Alqur'an Yang Terakhir Kali Turun
Senin, 04 Januari 10

Ada beberapa pendapat dari para ulama tentang ayat apakah yang paling terakhir turun. Diantara pendapat tersebut adalah :

1. Sebagian berpendapat bahwa ayat yang terakhir kali turun adalah ayat mengenai riba. Pendapat ini didasarkan pada hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas yang mengatakan : “Ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat tentang riba”. Maksudnya adalah ayat :


يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَابَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. 2:278)

2. Ada yang berpendapat, ayat Alqur'an yang terakhir diturunkan ialah :


وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah…” (al-Baqarah : 281)

Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan an-Nasa’i dan lain-lain dari Ibnu Abbas dan Said bin Jubair : “Ayat Alqur'an yang terakhir turun ialah : “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah…” (Albaqarah : 281)

3. Pendapat lain mengatakan bahwa yang terakhir kali turun itu ayat tentang hutang. Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab bahwa telah sampai kepadanya bahwa ayat Alqur'an yang akhir turun ialah ayat mengenai hutang. Yang dimaksud adalah ayat :


يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (al-Baqarah : 282)

Ketiga riwayat itu dapat dipadukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut di atas diturunkan sekaligus seperti urutannya dalam di dalam mushaf, yaitu ayat riba, ayat “peliharalah dirimu..” dan ayat tentang hutang, karena ayat-ayat itu masih satu kisah. Tapi kemudian setiap rawi dia meriwayatkan sebagian yang turun itu adalah ayat yang terakhir. Itu tidaklah salah dan tidak bertentangan.

4. Ada pendapat lain bahwa ayat yang terakhir turun adalah ayat Kalalah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Baro’ bin Azib beliau berkata : “Ayat yang terakhir kali turun adalah :


يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلاَلَةِ

“Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah:"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah..” (an-Nisaa : 176)

Namun ayat yang terakhir turun menurut hadits Baro’ ini adalah berhubungan dengan masalah warisan.

5. Ada pendapat lain bahwa ayat yang terakhir turun adalah ayat : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri..” (at-Taubah : 128) sampai akhir surat.Dalam kitab al-Mustadrak disebutkan dari Ubay bin Ka’ab, beliau berkata :
“Ayat yang terakhir kali diturunkan yaitu : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri ” sampai akhir ayat. Mungkin yang dimaksud adalah ayat terakhir yang diturunkan dari surat at-Taubah
Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa hadits ini memberitahukan bahwa surat ini adalah surat yang diturunkan terakhir kali. Sebab ayat ini mengisyaratkan wafatnya Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam sebagaimana difahami oleh sebagian shahabat. Atau mungkin juga surat ini adalah surat yang terakhir kali diturunkan.

6. Ada juga pendapat lain bahwa yang terakhir turun adalah surat al-Maidah. Ini didasarkan pada riwayat at-Tirmidzi dan al-Hakim dari Aisyah radiyallahu 'anha. Tetapi menurut hemat kami, surat itu adalah surat yang terakhir kali turun dalam masalah halal dan haram, sehingga tidak satu hukumpun yang dihapus di dalamnya.

7. Ada juga yang mengatakan bahwa yang terakhir kali turun adalah ayat :


فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّى لآَأُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى بَعْضُكُم مِّن بَعْضٍ

“Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman) : "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”(ali-Imran : 195)

Pendapat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Mardawaih melalui Mujahid dari Ummu Salamah, dia berkata : “Ayat yang terakhir kali turun adalah ayat :
“Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman) : "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu…” sampai akhir ayat.

8. Ada juga yang berpendapat, ayat yang terakhir turun ialah :


وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah jahannam, Kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya” (an-Nisaa : 93)

Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan lainnya dari Ibnu Abbas, katanya : “Ayat ini (an-Nisaa : 93) adalah ayat yang terakhir diturunkan dan tidak dihapus oleh apapun”
Ungkapan “dan tidak dihapus oleh apapun” itu menunjukkan ayat itu adalah ayat yang terakhir turun dalam masalah hukum membunuh mukmin dengan sengaja.

9. Ada juga pendapat yang berdasar kepada riwayat Muslim dari Ibnu Abbas, yang menyebutkan bahwa surat terakhir yang diturunkan ialah :


إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ . وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فيِ دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا .
"

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat." (an-Nashr : 1-3)

Semua pendapat itu tidak disandarkan kepada Nabi. Masing-masing hanya ijtihad dan dugaan. Mungkin pula bahwa masing-masing mereka itu memberitahukan apa yang terakhir didengarnya dari Rasulullah. Atau mungkin juga masing-masing juga mengatakan hal itu berdasarkan apa yang terakhir diturunkan dalam hal perundang-undangan tertentu, atau dalam hal surat terakhir yang diturunkan secara lengkap seperti pendapat-pendapat yang telah kami kemukakan di atas. Adapun ayat :


الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu” (al-Maidah : 3)

adalah diturunkan di Arafah pada haji Wada’.
Secara teks, menunjukkan penyempurnaan kewajiban dan hukum. Juga telah diisyaratkan di atas, riwayat mengenai turunnya ayat riba, ayat hutang-piutang, ayat kalalah dan yang lain itu setelah ayat ketiga dari surat al-Maidah. Oleh karena itu para ulama menyatakan kesempurnaan agama ini di dalam ayat ini. Allah telah mencukupkan nikmatNya kepada mereka dengan menempatkan mereka di negeri suci dan membersihkan orang-orang musyrik daripadanya serta menghajikan mereka di rumah suci tanpa disertai oleh seorang musyrikpun, padahal sebelumnya orang-orang musyrik juga haji dengan mereka. Yang demikian termasuk nikmat yang sempurna, “Dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku”

Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani dalam al-Intishar ketika mengomentari berbagai riwayat yang berkaitan dengan masalah ayat terakhir kali diturunkan, mengatakan bahwa pendapat-pendapat ini sama sekali tidak disandarkan kepada Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam.Boleh jadi pendapat itu diucapkan karena ijtihad atau dugaan saja. Mungkin masing-masing memberitahukan mengenai apa yang terakhir kali yang didengarnya dari Nabi pada saat beliau telah wafat atau tak seberapa lama sebelum beliau sakit. Sedangkan yang lain mungkin tidak secara langsung mendengar dari Nabi. Mungkin juga ayat itu yang dibaca terakhir kali oleh Rasulullah bersama-sama dengan ayat-ayat yang turun di waktu itu, kemudian disuruh untuk dituliskan. Lalu diduga ayat itulah yang terakhir diturunkan menurut tertib urutannya.
Waallahu A’lam
(Abu Maryam Abdusshomad, diambil dari kitab Mabahits Fii Ulum Al-qur'an oleh : Syaikh Manna’ Al-qur'an-Qatthan (terj))
Label: , |
Simson Ade Suseno
Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam al-Qur’an surah An-Nuur [24]: 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab [33]: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.


Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat —atau menggunakan bahan tekstil yang transparan— tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.

Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.

Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.

Berkaitan dengan itu, Nabi Saw pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing —termasuk busana jilbab— sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insyaAllah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi Saw:

Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” [HR. Muslim no. 145].

“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” [HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan].


2. Aurat Dan Busana Muslimah

Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda.

Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.

Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost.

Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.

a. Batasan Aurat Wanita

Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:

Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316).

Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).

Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:

“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud].

Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

b. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus

Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur [24]: 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) [HR. Abu Dawud]. Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.

Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.

Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda:

“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” [HR. Abu Dawud].

Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.

Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya:

“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” [HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441] (Al-Albani, 2001 : 135).

Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda: “Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”

Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.

c. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum

Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.

Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.

Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.

Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.

Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 4.

Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung):

“Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab):

“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).

Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata:

“Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!’” [Muttafaqun ‘alaihi] (Al-Albani, 2001 : 82).

Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).

Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab —untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)— maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka).

Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini —yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda:

“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” [HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih] (Al-Albani, 2001 : 89).

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah —yaitu jilbab— telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “[/i]yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina[/i]” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).


3. Penutup

Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam al-Qur’an.

Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. [M. Shiddiq al-Jawi]
Label: , |